JAKARTA - Muncul petisi yang mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera memecat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, ditanggapi pihak istana.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, mengimbau agar petisi yang digalang oleh lembaga kajian demokrasi, Public Virtue Research Institute (PVRI), itu jangan sampai mengganggu presiden Presiden Jokowi yang tengah fokus menangani pandemi COVID-19.
"Beliau (Jokowi, red) sedang konsentrasi full dalam penanganan COVID-19 dengan varian baru. Bilang sama petisi jangan ganggu (presiden, red)," ujar Ngabalin, Senin, 9 Agustus.
Menurut Ngabalin, keputusan-keputusan KPK termasuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di bawah kepemimpinan Firli harus dihargai oleh semua pihak. Sebab, kata dia, KPK merupakan lembaga negara yang independen, yang sejatinya setiap keputusan pasti sudah diambil dengan pertimbangan yang matang.
"Jadi jangan ada pihak-pihak yang mempolitisir lembaga negara kita yang hebat ini," tegas Ngabalin.
Sebaiknya, menurut Ngabalin, para pihak yang tidak sejalan dengan KPK saat ini lebih berkontribusi dalam hal ini. Karena tentu memiliki banyak pengalaman dan ilmu yang bisa sama-sama membangun bangsa.
"Mengabdilah di tempat lain untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Ngabalin.
Sebelumnya, Public Virtue Research Institute (PVRI) menggalang petisi mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Desakan ini muncul setelah KPK menolak melaksanakan tindakan korektif dari Ombudsman RI setelah ditemukannya maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawainya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Kami mengajak warga negara siapa saja dan di mana saja untuk menyuarakan masalah ini Caranya adalah menandatangani dan menyebarkan petisi ini tuntutan ini bisa sampai ke telinga Presiden," kata inisiator sekaligus Juru Bicara PVRI, Yansen Dinata dalam keterangan tertulis di situs PVRI, Sabtu, 6 Agustus.
BACA JUGA:
Menurutnya, penolakan untuk menjalankan tindakan korektif dari Ombudsman RI membuktikan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri menjadi antikoreksi. Selain itu, hal ini juga bisa melemahkan KPK jika terus dibiarkan.
Apalagi, selama ini pelemahan terhadap KPK nyata terjadi dan berimbas pada rendahnya indeks persepsi korupsi (IPK). Bentuk pelemahan lainnya juga terlihat dari makin menurunnya kualitas dan jumlah penindakan yang dilakukan oleh KPK saat ini dan terlibatnya pimpinan KPK dalam berbagai konflik kepentingan.
"Ini harus dihentikan. Kami mendesak Presiden copot Ketua KPK," tegas Yansen.