JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menilai gerakan patungan untuk membeli kapal selam pengganti KRI Nanggala-402 belum cukup untuk mendapatkan salah satu alat sistem persenjataan (alutsista) TNI tersebut. Mengingat harganya yang ditaksir mencapai 400 Dolar AS atau setara Rp5,8 triliun.
"Gerakan patungan beli kapal selam ini belum tentu cukup, karena harga kapal selam yang ada saat ini sangatlah mahal," ujar Muzammil, Selasa, 27 April.
Namun, menurut politikus PKS itu, usulan patungan ini tentu menjadi bahan evaluasi dan pengingat bagi pemerintah. "Paling tidak gerakan ini dimaknai sebagai bagian dari koreksi publik kepada pemerintah," katanya.
Hal ini seiring dengan kurangnya alokasi anggaran di Kementerian Pertahanan yang hanya Rp138 triliun, di mana seharusnya Rp300 triliun agar bisa memaksimalkan pemeliharaan alutsista.
"Peremajaan alutsista adalah kunci namun anggaran untuk pengadaannya juga tidak sedikit," sambung Muzammil.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Muzammil menilai, ajakan Ustaz Abdul Somad (UAS) untuk patungan membeli kapal selam dimaknai sebagai wujud kepedulian rakyat terhadap pertahanan negara.
Selain itu, kata Muzammil, ajakan yang digagas oleh aktivis Masjid Jogokaryan Yogyakarta itu juga merupakan bagian dari nilai konstitusionalitas sebagai warga negara yang diatur di dalam Pasal 30 UUD 1945 terkait dengan hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Di mana Pasal 30 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
"Pasal 30 ayat (2) UUD NRI1945 menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung," tambahnya.
Muzammil mengatakan, kedepan pemerintah bersama DPR yang bertugas menetapkan APBN harus dapat merumuskan hal yang paling urgen terlebih dahulu. Misalnya, memikirkan mana yang lebih penting dan menjadi prioritas, apakah membangun ibu kota baru atau memperkuat armada laut dan industri kelautan indonesia.
"Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikelilingi lautan luas dengan garis pantai yang panjang, seyogyanya harus memiliki armada laut yang kuat dan disegani," kata Muzammil.