JAKARTA - Komite Perwakilan Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), sebuah badan yang dibentuk oleh anggota parlemen terpilih dari pemerintah sipil yang digulingkan Myanmar, akan mengumumkan susunan anggota baru ke kabinet sementara pada Hari Jumat 16 April.
Komite tersebut sebagian besar terdiri dari anggota parlemen dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang terpilih dalam pemilihan umum 2020, tetapi tidak dapat mengambil kursi mereka karena kudeta 1 Februari.
Kabinet sementara, yang dibentuk dengan persetujuan organisasi etnis bersenjata (EAO) dan akan menyertakan menteri etnis, sesuai dengan peta jalan politik yang diuraikan dalam Piagam Demokrasi Federal, kata anggota CRPH, yang berbicara kepada Myanmar Now dengan syarat anonimitas.
Piagam Demokrasi Federal diterbitkan oleh CRPH pada 31 Maret, berbarengan dengan penghapusan Konstitusi 2008 yang dirancang oleh militer Myanmar.
Piagam dua bagian itu menjabarkan rencana untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional sementara. Tugasnya antara lain, melemahkan mekanisme pemerintahan rezim, mendukung Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) dan membuat pengaturan untuk pertahanan negara.
Menurut peta jalan politik yang diuraikan pada bagian pertama piagam, badan legislatif dan yudikatif akan dibentuk setelah terbentuknya pemerintahan persatuan nasional. Piagam juga mencakup rencana untuk membentuk konvensi nasional untuk menyusun konstitusi baru, yang akan disetujui hanya setelah referendum nasional diadakan.
Piagam tersebut menyatakan, pemerintah persatuan nasional akan memerintah di bawah sistem parlementer dan akan mencakup seorang perdana menteri, presiden, penasihat negara bagian dan dua wakil presiden.
Rektor Universitas Kedokteran di Yangon yang juga ahli bedah ortopedei Zaw Wai Soe diperkirakan akan menjadi perdana menteri. Saat ini ia memegang tiga jabatan menteri, yakni menteri tenaga kerja, imigrasi dan kependudukan; menteri pendidikan; serta menteri kesehatan dan olahraga.
Dia adalah salah satu tokoh terkemuka pertama yang menolak untuk mengabdi di bawah rezim kudeta dan bergabung dengan CDM, yang bertujuan untuk menggulingkan rezim panglima militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Menurut sumber yang dekat dengan CRPH, anggota kabinet sementara juga akan termasuk anggota eksekutif pusat NLD Aung Kyi Nyunt dan Naw Hla Hla Soe, menteri urusan etnis Karen terpilih untuk wilayah Yangon.
Tak satu pun dari individu yang disebut sebagai menteri kabinet dapat dihubungi untuk dimintai komentar pada saat pelaporan.
Kabinet sementara dibentuk setelah serangkaian pertemuan. antara anggota CRPH saat ini dan para pemimpin beberapa EAO dan partai politik etnis yang berbeda, yang diadakan setelah pemerintahan NLD secara resmi berakhir pada 31 Maret.
Juru bicara CRPH Yee Mon, yang juga dikenal sebagai Maung Tin Thit, mengatakan 30 Maret lalu, anggota kabinet sementara harus bertugas dalam keadaan yang tidak biasa, karena situasi pasca-kudeta di negara itu.
“Seperti yang diketahui semua orang, kabinet ini akan menjadi pemerintahan yang dibentuk di bawah keadaan perang, perang anti-kediktatoran, dan saya dapat mengatakan itu akan muncul sebagai pemerintahan revolusioner,” katanya melansir Myanamr Now, Jumat 16 April.
Sementara itu, Tim Pengarah Proses Perdamaian (PPST), yang terdiri dari 10 EAO yang telah menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional, merilis pernyataan pada 4 April yang mengatakan menyambut baik deklarasi Piagam Demokrasi Federal.
PPST menangguhkan semua dialog politik dengan militer pada 20 Februari sebagai tanggapan atas kudeta militer Myanmar pada 1 Februari 2021 lalu.
Di bawah piagam tersebut, ada juga rencana untuk membentuk Dewan Konsultasi Persatuan Nasional (NUCC), untuk mengkoordinasikan kerja sama di antara kekuatan demokrasi federal. NUCC akan mencakup perwakilan CRPH, partai politik, EAO, kelompok masyarakat sipil dan kelompok CDM.
Min Ko Naing, seorang pemimpin terkemuka dari pemberontakan pro-demokrasi 1988, diperkirakan akan menjadi ketua NUCC, menurut sumber yang dekat dengan CRPH. Namun, informasi ini belum dapat diverifikasi.
Piagam Demokrasi Federal setebal 20 halaman didasarkan pada, konstitusi sementara yang disusun antara tahun 1990 dan 2008 oleh anggota parlemen NLD yang dipilih pada tahun 1990, dan angkatan bersenjata etnis di daerah perbatasan. Namun, ini baru pertama kali diungkap ke publik.
BACA JUGA:
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.