Penentang Junta Militer di Myanmar Jadikan Telur Paskah sebagai Simbol Pembangkangan
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Penentang aturan militer di Myanmar menjadikan telur Paskah sebagai simbol pembangkangan. Mereka mengunggah gambar telur dengan slogan setelah malam penyalaan lilin di seluruh negeri untuk mengenang mereka yang terbunuh sejak kudeta 1 Februari.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok aktivis yang memantau korban dan penangkapan sejak militer menggulingkan peraih Nobel Aung San Suu Kyi dari pemerintahan terpilih, mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 557 orang.

"Orang-orang di seluruh Myanmar terus menyerang untuk mengakhiri kediktatoran, untuk demokrasi dan hak asasi manusia," kata kelompok itu, dilansir Antara, Minggu, 4 April.

Terlepas dari pembunuhan tersebut, pengunjuk rasa keluar setiap hari, seringkali dalam kelompok kecil di kota-kota kecil, untuk menolak kembalinya kekuasaan militer setelah satu dekade upaya menuju demokrasi.

Di malam hari orang berkumpul dengan lilin.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan 2.658 orang ditahan, termasuk empat wanita dan seorang pria yang berbicara dengan kru berita CNN yang berkunjung dalam wawancara di jalan-jalan kota utama Yangon pekan lalu.

Seorang juru bicara CNN mengatakan pihaknya mengetahui laporan penahanan setelah kunjungan tim.

"Kami mendesak pihak berwenang untuk informasi tentang ini, dan untuk pembebasan yang aman dari setiap tahanan," kata juru bicara CNN.

Polisi dan juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon untuk dimintai komentar.

Para penentang kekuasaan militer juga melancarkan kampanye pembangkangan sipil dan mereka mengatur pertunjukan pembangkangan dadakan dan seringkali kreatif, termasuk telur Paskah pada  Minggu.

Pesan-pesan termasuk "Kita harus menang", "Revolusi Musim Semi" dan "Keluar MAH" dilukis di atas telur dalam foto-foto di media sosial, yang terakhir mengacu pada pemimpin junta Min Aung Hlaing.

Militer melancarkan kampanyenya sendiri untuk mengontrol arus informasi dan mengatur pesannya.

Militer memerintahkan penyedia internet untuk memotong koneksi internet nirkabel mulai Jumat, merampas akses sebagian besar pelanggan, meskipun beberapa pesan dan gambar masih diunggah dan dibagikan.

Pihak berwenang juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk hampir 40 selebriti yang dikenal menentang aturan militer, termasuk pemengaruh  media sosial, penyanyi, dan model, di bawah undang-undang yang melarang pemicu perbedaan pendapat di angkatan bersenjata.

Tuduhan tersebut, yang diumumkan pada buletin berita malam utama yang disiarkan oleh media pemerintah pada Jumat dan Sabtu, dapat dikenakan hukuman penjara tiga tahun.

Hati nurani bersih

Salah satu terdakwa, blogger Thurein Hlaing Win, mengatakan kepada Reuters bahwa dia terkejut melihat dirinya dicap sebagai penjahat di televisi dan ia pun bersembunyi.

"Saya tidak melakukan apa pun yang buruk atau jahat. Saya berdiri di sisi kebenaran. Saya mengikuti jalan yang saya yakini. Antara baik dan jahat, saya memilih yang baik," katanya melalui telepon dari lokasi yang dirahasiakan.

"Jika saya dihukum karena itu, hati nurani saya bersih. Keyakinan saya tidak akan berubah. Semua orang tahu yang sebenarnya."

Militer memerintah bekas koloni Inggris itu dengan tangan besi setelah merebut kekuasaan dalam kudeta 1962 hingga mulai menarik diri dari politik sipil satu dekade lalu, membebaskan Suu Kyi dari tahanan rumah selama bertahun-tahun dan memungkinkan pemilihan yang dimenangkan partai Suu Kyi pada tahun 2015.

Militer menggulingkan pemerintahan Suu Kyi karena pemilihan November dimenangkan oleh partai Suu Kyi dengan kecurangan. Komisi pemilihan telah menolak pernyataan tersebut.

Banyak orang di Myanmar, terutama orang-orang muda yang telah dewasa selama dekade terakhir dalam keterbukaan sosial dan ekonomi, tidak dapat menerima kembalinya pemerintahan oleh para jenderal.

Suu Kyi berada dalam tahanan menghadapi dakwaan yang bisa membawa hukuman 14 tahun penjara. Pengacaranya mengatakan tuduhan itu dibuat-buat.

Kudeta itu juga memicu bentrokan dengan kekuatan etnis minoritas yang mencari otonomi yang telah mengumumkan dukungan untuk gerakan pro demokrasi.

Serikat Nasional Karen, yang menandatangani gencatan senjata pada 2012, menerima serangan udara militer pertama terhadap pasukannya dalam lebih dari 20 tahun.

Serikat Nasional Karen harus berjuang untuk mempertahankan diri dari serangan pemerintah.

Kelompok itu mengatakan lebih dari 12.000 penduduk desa telah meninggalkan rumah mereka karena serangan udara.

Pertempuran juga berkobar di utara antara tentara dan pemberontak etnis Kachin. Gejolak tersebut telah menyebabkan beberapa ribu pengungsi menyelamatkan diri ke Thailand dan India.

Partai Suu Kyi telah berjanji untuk mendirikan demokrasi federal, tuntutan utama bagi kelompok minoritas.