Bagikan:

JAKARTA - Selain pemblokiran internet, junta militer Myanmar juga mulai memburu aktivis dan kritikus online di media sosial (medsos). Para penentang kekuasaan militer melancarkan kampanye pembangkangan sipil lewat foto-foto maupun pesan-pesan singkat di medsos.

Pihak militer bahkan melancarkan kampanyenya sendiri untuk mengontrol arus informasi dan mengatur pesannya. Termasuk melarang influencer media sosial untuk membantu gerakan demonstrasi.

"Surat perintah dikeluarkan atau tidak, selama saya masih hidup, saya akan menentang kediktatoran militer yang menindas dan membunuh orang. Revolusi harus menang," kata Aktris Paing Phyoe Thu di laman Facebook pribadinya, Selasa, 6 April. 

Hal serupa juga dialami blogger Thurein Hlaing Win, yang kini menjadi terdakwa. Kepada Reuters, ia terkejut melihat dirinya dicap sebagai penjahat di televisi.

"Saya tidak melakukan apa pun yang buruk atau jahat. Saya berdiri di sisi kebenaran. Saya mengikuti jalan yang saya yakini. Antara baik dan jahat, saya memilih yang baik," katanya melalui telepon dari lokasi yang dirahasiakan.

Sejauh ini, pihak berwenang telah menutup data seluler dalam upaya membungkam oposisi. Termasuk memerintahkan layanan penyedia jasa internet untuk memotong broadband nirkabel.

Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan bahwa pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 550 orang, di mana 46 orang di antaranya anak-anak, 

Terlepas dari terjadinya penindasan, penentang kudeta di kota besar dan kecil di seluruh negeri hampir setiap hari melakukan demonstrasi secara gerilya, Reuters.

PBB Kecam Pemutusan Akses Internet di Myanmar

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam tindakan penguasa militer Myanmar karena memutus sambungan internet. Pemutusan internet merupakan respons militer terhadap demonstrasi anti kudeta militer di negara tersebut.

Dilansir dari The Guardian, utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener telah berbicara dengan wakil komandan tentara Myanmar, Soe Win. Dalam pertemuan itu, Burgener langsung mengecam tindakan militer Myanmar memutus sambungan internet.

"Pemutusan jaringan merusak prinsip-prinsip inti demokrasi," kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq.

"(Pemutusan internet) merugikan sektor-sektor utama, termasuk perbankan, dan meningkatkan ketegangan domestik. Dan, jadi, kami telah membuat keprihatinan kami tentang hal ini dengan sangat jelas," kata Haq.

Seperti diberitakan The Guardian, pemadaman internet terbaru adalah ketika pihak militer memperpanjang penahanan Suu Kyi. Meskipun internet diputus tak menghentikan rakyat untuk berunjuk rasa. 

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.