JAKARTA - Israel telah melakukan kampanye hitam menargetkan para jurnalis yang meliput keadaan nyata di Gaza, Palestina. Israel melabeli para jurnalis tersebut sebagai teroris.
Komite Perlindungan Jurnalis atau CPJ yang berbasis di New York mengecam kampanye hitam Israel terhadap para wartawan yang bertugas di Gaza itu sebagai tindakan kotor dari Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
"Bahkan sebelum dimulainya perang Israel-Gaza, CPJ telah mendokumentasikan pola Israel dalam menuduh jurnalis sebagai teroris tanpa memberikan bukti yang kredibel untuk mendukung klaim mereka," kata Direktur Program CPJ Carlos Martinez de la Serna, Rabu 14 Agustus, dikutip dari Arab News.
Carlos yang memiliki rekam jejak sebagai reporter mengkover situasi di AS, Jepang, Spanyol hingga perkembangan nuklir di Korea Utara (Korut) mengatakan, kampanye hitam membahayakan keselamatan jurnalis yang meliput di medan konflik.
"Kampanye kotor membahayakan jurnalis dan mengikis kepercayaan publik terhadap media. Israel harus mengakhiri praktik ini dan mengizinkan investigasi internasional yang independen terhadap pembunuhan jurnalis," katanya.
Sejak Israel melakukan agresi ke Gaza pada Oktober 2023, militer Israel telah menuduh setidaknya tiga jurnalis yang mereka bunuh terlibat dalam kegiatan militan.
Tuduhan ini menjadi sorotan komunitas internasional yang berulang kali mempertanyakan kredibilitas bukti yang diberikan militer Israel.
BACA JUGA:
Pada akhir Juli 2024, jurnalis Al Jazeera Ismail Al-Ghoul dan kameramen Rami Al-Refee yang baru menjadi awak media dibunuh militer Israel alias IDF.
IDF mengklaim Al-Ghoul adalah seorang insinyur di Brigade Gaza Hamas dan anggota pasukan khusus Nukhba Hamas. Menurut laporan Al Jazeera, IDF tidak menghadirkan bukti hanya tudingan semata.
CPJ dan investigasi yang dilakukan Washington Post menyoroti ketidakkonsistenan dalam klaim IDF terhadap pembunuhan Al-Ghoul. Faktanya Al-Ghoul sempat ditahan Israel dan dibebaskan pada awal Maret 2024. Hingga saat ini IDF belum menanggapi atas hal tersebut.
Sebelumnya, dua jurnalis Al Jazeera lainnya, Hamza Al-Dahdouh dan Mustafa Thuraya, tewas dalam serangan Israel pada Januari 2024. Militer Israel mengklaim bahwa kedua jurnalis itu mengoperasikan pesawat nirawak atau drone yang mengancam tentara IDF.
Namun, investigasi Washington Post membantah tuduhan militer Israel itu, dengan menyatakan bahwa kedua jurnalis tersebut telah diperiksa dalam pos pengamanan Israel.
Bahkan Dahdouh telah diberi izin untuk meninggalkan Gaza, hak istimewa yang langka tidak mungkin diberikan kepada seorang teroris oleh Israel.
Konflik di Gaza telah menjadi momok yang mematikan bagi jurnalis dan pekerja media dalam meliput keadaan sebenarnya.
Menurut CPJ, 113 jurnalis atau awak media, sebagian besar warga Palestina, telah tewas sejauh ini dalam peliputan di Gaza. CPJ juga mengatakan jumlah sebenarnya besar kemungkinan lebih dari yang terdata.