JAKARTA - Sejumlah kota-kota di Inggris memanas. Massa ekstremis berhaluan politik sayap kanan turun ke jalan menggelar aksi protes anti-migran dengan diiringi kekerasan, penjarahan hingga aksi membakar perpustakaan.
Itu juga terjadi di Kota Bristol di mana massa longmarch sembari meneriakan protes dari Castle Park menuju Redcliff Hill hingga tujuan akhir Hotel Mercure.
Namun tidak semudah itu massa bisa sampai tujuan hotel tempat tinggal para migran di Bristol tersebut.
Musababnya tak sedikit dari warga asli Inggris sekitar lingkungan membuat blokade agar massa sayap kanan tidak masuk kawasan Hotel Mercure untuk mencegah migran pencari suaka menjadi sasaran kekerasan.
Warga Bristol ini kemudian membagikan permen dan mainan untuk para keluarga migran di Hotel Mercure yang merasa waswas dengan aksi sayap kanan Inggris.
Salah satunya ibu-ibu bernama Toni Mayo yang memandang pentingnya warga Bristol untuk bersatu dan menyebarkan pesan keluarga migran diterima di Bristol.
"Tadi malam pasti sangat menakutkan bagi keluarga-keluarga [migran] itu. Kami [para demonstran tandingan] membentuk blokade di depan hotel dan beberapa orang berusaha menyerbu hotel sebelum polisi tiba dan mengambil alih situasi," kata Mayo yang juga aktivis dan pekerja sosial Unison, dikutip dari Bristol Post, Senin 5 Agustus.
“Sangat penting bagi kami untuk menunjukkan bahwa Bristol adalah kota yang ramah. Kami memiliki sejarah panjang dalam menyambut semua orang, para migran diterima di sini,” tegasnya.
Mayo juga menjadi salah satu warga yang menginisiasi penggalangan dana untuk migran di Bristol.
Penggalangan itu menargetkan dana terkumpul 700 poundsterling atau sekitar Rp14,4 juta. Namun hanya dua jam berhasil mengumpulkan lebih dari 1.800 poundterling atau Rp37 juta sehingga donasi ditutup lebih cepat.
Mayo mengatakan penggalangan dana tersebut ditutup karena uang yang terkumpul lebih dari cukup untuk membeli permen dan mainan bagi para keluarga migran.
“Saya ingin mengucapkan selamat kepada warga Bristol karena telah melakukan apa yang mereka bisa untuk bersikap positif dan membuat keluarga-keluarga [migran] merasa diterima di sini. Saya juga akan mendorong lebih banyak orang untuk membantu mendukung para demonstran tandingan dan menunjukkan bahwa semua orang diterima,” katanya.
Akhir pekan kemarin, aksi protes anti-migran berujung kerusuhan terjadi di Manchester, Liverpool, Hull, Bristol, Sunderland, Stoke-on-Trent, Blackpool hingga Belfast di Irlandia Utara.
Kerusuhan itu dipicu massa ekstremis sayap kanan yang bentrok dengan polisi.
Mereka banyak yang memakai penutup kepala atau wajah meneriakkan slogan-slogan nasionalisme dengan mengibarkan bendera Inggris atau Union Jack, dan tertangkap kamera melempar batu, potongan kayu, kursi hingga marka jalan ke polisi bertameng yang menjaga keamanan.
Aksi massa ini juga diwarnai penjarahan toko minuman keras di Manchester, termasuk aksi pembakaran perpustakaan di Liverpool dan kantor polisi di Sunderland.
Massa sayap kanan yang terinspirasi eks pemimpin kelompok anti-migran Inggris, Tommy Robinson ini berbuat rusuh menyusul remaja 17 tahun melakukan aksi penikaman tewaskan 3 bocah dalam kelas dansa bertema Taylor Swift di Southport, Inggris pada Senin pekan lalu.
Imbas dari penikaman aksi protes anti-migran digerakan massa sayap kanan 'English Defence League' di depan masjid di St Luke’s Road, Southport, Selasa 30 Juli.
Namun, aksi itu berubah menjadi kerusuhan setelah massa aksi melempari botol dan batu ke arah depan masjid lokasi polisi bertameng berjaga.
Sedikitnya 22 anggota polisi mengalami luka-luka dalam kerusuhan di depan masjid di Southport. Sementara satu mobil ambulans dan satu kendaraan polisi ikut dibakar massa.