Jaksa: Harusnya sebagai Panutan Rizieq Shihab Beri Contoh, tapi Malah Menghasut Abaikan Prokes
Rizieq Shihab (DOK. VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sidang pembacaan dakwaan Rizieq Shihab dilanjutkan. Rizieq Shihab disebut abai protokol kesehatan dan menghasut masyarakat. 

Jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan menyebut Rizieq Shihab secara terang-terangan mengajak banyak orang menghadiri peringatan Maulid Nabi SAW sekaligus pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta. 

Tindakan ini menurut jaksa merupakan perbuatan yang bertentangan dengan penyelenggaraan kekarantianaan kesehatan. Padahal kondisi ibu kota Jakarta dan sekitarnya dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat

“Ternyata terdakwa bersama Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al Habsyi dan Maman Suryadi tidak menghiraukan dan malah dengan semangat meminta dan mendorong masyarakat banyak untuk menghadiri beramai-ramai ke Petamburan, yang jelas-jelas mengakibatkan meningkatnya cluster penularan penyakit COVID-19. Seharusnya sebagai seorang yang dihormati dan menjadi panutan memberi contoh dan mengimbau kepada masyarakat  untuk menjauhi kerumunan dan bukan menghasut masyarakat untuk berkumpul dengan mengabaikan ketentuan protokol kesehatan yang sedaNg diterapkan,” kata jaksa membacakan surat dakwaan di PN Jaktim, Jumat, 19 Marret. 

Terkait dakwaan ini, Rizieq Shihab didakwa dengan Pasal 82 ayat 1 jo 59 ayat 3 huruf c dan d UU 16 tahun 2017 tentang penetapan Perpu UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Pada dakwaan pertama terkait kasus kerumunan Petamburan,  Rizieq Shihab didakwa melakukan penghasutan hingga munculnya kerumunan di acara pernikahan putrinya sekaligus peringatan Maulid Nabi SAW di Petamburan, Jakarta Pusat. Kerumunan ini terjadi di tengah Pandemi COVID-19.

“Melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana kekarantinaan kesehatan sebagaimana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekerantinaan Kesehatan, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuaan UU maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan UU,” kata jaksa.