Jokowi: Indonesia Mendesak Kekerasan di Myanmar Dihentikan
Presiden Jokowi (YouTube Setpres)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Jokowi menyampaikan duka cita atas bertambahnya jumlah warga sipil yang menjadi korban jiwa dalam kisruh kudeta militer di Myanmar

Jokowi menyebut, keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama. Karena itu, Jokowi meminta rezim militer Myanmar menghentikan aksi kekerasan terhadap warga.

"Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan. sehingga, tidak ada lagi korban berjatuhan. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama," kata Jokowi dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 19 Maret.

Kata Jokowi, Indonesia mendesak agar petinggi Myanmar membuka dialog dengan cara dingin untuk memadamkan aksi kekerasan.

"Indonesia juga mendesak agar dialog, agar rekonsiliasi segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, untuk memulihkan perdamaian, dan untuk memulihkan stabilitas di Myanmar," ungkapnya.

Militer Myanmar sebelumnya melakukan pengambilalihan kekuasaan di Myanmar, setelah melakukan penangkapan terhadap Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint serta sejumlah tokoh lainnya pada Senin 1 Februari kemarin.

Dalih yang digunakan adalah kecurangan pada Pemilu 8 November 2020. Militer menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Senior Min Aung Hlaing yang kemudian mengangkat Myint Swe, wakil presiden pertama Myanmar sebagai Pajabat Presiden. 

Tindakan ini mengundang kecaman dari berbagai pihak. Bahkan, warga Myanmar menggelar aksi unjuk rasa di penjuru negaranya untuk menolak kudeta militer. Militer Myanmar menghadapi gelombang unjuk rasa dengan kekerasan.

Hingga Kamis 18 Maret kemarin jumlah korban akibat kekerasan yang dilakukan militer Myanmar, termasuk jumlah pengunjuk rasa yang ditahan, terus bertambah.

"Total korban tewas dalam minggu-minggu kerusuhan meningkat menjadi 224 orang. Sebanyak 2.258 orang orang telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman," tulis keterangan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).