JAKARTA - Pengacara Rizieq Shihab, Aziz Yanuar santai menanggapi tunutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya. Semua tuntutan jaksa akan dijawab lewat argumentasi balik dalam pembelaan alias pleidoi.
"Tetap semangat, tenang saja. Nanti kita bantah dipleidoi," kata Aziz kepada wartawan, Senin, 17 Mei.
Aziz juga berharap nantinya majelis hakim bisa memberikan pertimbangan yang objektif pada saat putusan akhir atau vonis.
Apalagi sambung pengacara, kasus Rizieq Shihab berbau politis. Salah satunya soal poin tuntutan yang meminta majelis hakim mencabut hak keormasan Rizieq selama tiga tahun.
"Itu yang saya katakan tadi semoga nanti pada putusannya majelis hakim objektif melihat ini sebagai permasalahan hukum, dan tidak terpengaruh oleh pihak pihak yang menunggangi secara politik terkait dengan proses hukum ini," tuturnya.
Sementara pada saat persidamgan, Rizieq yang menanggapi tuntutan menyebut bakal memberikan nota pembelaan atau pledoi. Rencananya, sidang dengan agenda pleidoi akan digelar pada Kamis 20 Mei.
"Okeh nanti Kamis kami tanggapi di pleidoi, Kamis pagi," kata Rizieq.
Diberitakan sebelumnya, Rizieq Shihab dituntut dua tahun penjara atas perkara dugaan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Petamburan. Sebab, Rizieq dinyatakan bersalah dalam perkara tersebut.
"Memohon kepada majelis hakim untuk mejatuhkan pidana kepada Rizieq Shihab dengan penjara 2 tahun dikurangi selama masa tahanan," kata jaksa.
Dalam tuntutan itu, JPU menilai Rizieq Shihab bersalah berdasarkan hasil pemeriksaan 27 saksi dan beberapa ahli. Rizieq disebut menghasut massa untuk hadir dalam peringatan Maulid Nabi dan resepsi pernikahan putrinya di Petamburan pada 14 November 2020.
Rizieq dalam perkara Petamburan disebut jaksa telah melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP.
BACA JUGA:
Selain itu, Rizieq Shihab dituntut 10 bulan penjara atas perkara dugaan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung. Jaksa juga menuntut Rizieq Shihab dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.
"Majelis hakim yang mengadili supaya memutuskan menjatuhkan sanksi pidana berupa penjara pidana 10 bulan dan denda Rp50 juta 3 bulan," ujar jaksa membacakan tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 17 Mei.
Dalam surat tuntutan, jaksa menilai Rizieq Shihab bersalah dalam kasus prokes dan kerumunan berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan ahli. Rizieq dianggap menghalang-halangi kerja Satgas COVID-19.
Alasannya, Rizieq mengabaikan keputusan Satuan Tugas COVID-19 Kabupaten Bogor yang tak memberikan izin untuk menggelar acara peletakan batu pertama pembangunan Masjid di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah.
Akibat acara yang dihadiri Rizieq tersebut menimbulkan kerumunan hingga kurang lebih 3.000 orang. Massa itu merupakan simpatisan Rizieq Shihab yang berniat menyambutnya.
Bahkan, massa simpatisan itu berkumpul di hampir seluruh ruas jalan dari simpang Gadog Kabupaten Bogor hingga ke pondok pesantren miliknya tersebut.
Selain itu, Rizieq juga dianggap telah melanggar Keputusan Bupati Nomor 443 1479/Kpts/Per-UU/2020 tanggal 27 Oktober 2020 tentang Perpanjangan Kelima Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Pra Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.
"Rizieq Shihab terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan dakwaan pertama Pasal 93 Undang-Undang Kekarantinaan," kata jaksa.
Rizieq Shihab dalam perkara Megamendung dituntut dengan Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 216 ayat (1) KUHP