Rumah Mantan Stafsus Edhy Prabowo Tersangka Suap Benur di Bekasi Disita KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah milik Andreau Pribadi Misanta di Bekasi, Jawa Bara (DOK. KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah milik Andreau Pribadi Misanta di Bekasi, Jawa Barat. Andreau merupakan mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo yang juga berstatus tersangka kasus suap izin ekspor benur atau benih lobster.

Penyitaan terhadap rumah Andreau ini dilakukan karena KPK menduga uang yang digunakan untuk membeli rumah ini berasal dari uang suap.

"Rumah tersebut diduga dibeli dari uang yang terkumpul dari para eksportir benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 12 Maret.

Ali memaparkan, rumah yang disita itu berada di Perumahan Pasadena Blok A no 16, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Saat proses penyitaan dilakukan, Andreau juga dihadirkan.

"Tim penyidik memasang plang sita pada rumah dimaksud serta dibuat berita acara penyitaan," ujar Ali.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah milik Andreau Pribadi Misanta di Bekasi, Jawa Barat (DOK. KPK)

Diketahui, ini adalah penyitaan kedua yang dilakukan KPK terhadap aset yang dimiliki Andreau. Sebelumnya, komisi antirasuah itu menyita rumah Andreau di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

DOK. KPK

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Dia diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.

Akibat perbuatannya, Edhy dan lima orang lainnya dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Suharjito dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.