JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tak semua barang yang diambil dari lokasi penggeledahan bisa dijadikan barang bukti. Termasuk, barang-barang dari sejumlah lokasi yang berkaitan dengan dugaan korupsi ekspor benur atau benih lobster yang menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Memang kadang-kadang (barang, red) yang kita ambil bahan di hari pertama sebagai barang bukti tapi besoknya tidak," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Jumat, 4 Desember.
Nantinya, barang-barang yang diambil dari sejumlah lokasi yang telah digeledah itu, kata dia, akan kembali dievaluasi untuk ditetapkan sebagai barang bukti dan kemudian disita.
"Rencana Senin akan kita adakan review atas penggeledahan mana yang bisa dijadikan bukti atau tidak," ungkapnya.
"Karena kalau misalnya itu menjadi barang bukti, maka ditindaklanjuti dengan surat perintah penyitaan yang sampai sekarang belum ada di meja saya," imbuhnya.
Diketahui, pengusutan terhadap kasus yang menjerat Edhy Prabowo terus dilakukan oleh komisi antirasuah. Salah satunya, dengan melakukan penggeledaha di berbagai tempat.
Terbaru, KPK melakukan penggeledahan di salah satu rumah dinas DPR RI tepatnya rumah dinas yang ditempati istri Edhy Prabowo, Iis Rosita Dewi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan pada Kamis, 3 Desember kemarin hingga pukul 00.00 WIB.
Dalam penggeledahan tersebut, Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan ada sejumlah barang bukti yang ditemukan.
"Dalam penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan sejumlah dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan perkara ini," kata Ali melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 4 Desember.
Kemudian, sama seperti bukti lainnya yang ditemukan KPK di tempat lain, dokumen dan barang elektronik itu akan dianalisis lebih lanjut oleh penyidik.
Diketahui, KPK sudah melaksanakan beberapa kali penggeledahan untuk mengusut kasus ini.
BACA JUGA:
KPK sudah melakukan penggeledahan di rumah dinas Menteri KP Edhy Prabowo beberapa lalu. Saat itu, KPK menyita delapan unit sepeda dan uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp4 miliar yang diduga berkaitan dengan kasus suap ekspor benur atau benih lobster.
Sebelumnya, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasilnya, KPK saat itu menyita uang tunai rupiah dan mata uang asing yang tak disebutkan berapa nominalnya serta sejumlah dokumen.
Selanjutnya, penggeledahan dilakukan di kantor PT ACK di kawasan Jakarta Barat pada Senin, 30 November.
Usai penggeledahan, sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan kasus suap ekspor benur dan benih lobster dibawa penyidik KPK. Adapun barang bukti yang ditemukan berupa dokumen dan bukti elektronik lainnya, hanya saja KPK tidak merincinya.
Barang bukti ini akan diinvetarisir dan dianalisa oleh penyidik KPK dan penggeledahan di lokasi lainnya masih akan dilakukan.
Kemudian, pada Senin, 1 Desember kemarin, penyidik KPK melakukan penggeledahan di tiga tempat yang ada di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Adapun tiga lokasi yang digeledah adalah rumah, kantor, dan gudang milik tersangka penyuap Menteri Edhy Prabowo yaitu Direktur PT Duta Putra Perkasa, Suharjito (SJT).
Dari hasil penggeledahan yang dilaksanakan sejak pukul 15.00 WIB hingga 00.00 WIB, KPK menemukan sejumlah barang bukti terkait kasus ini. Termasuk bukti transaksi keuangan terkait pemberian suap.
Diketahui, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy Prabowo bersama sejumlah tersangka ditangkap oleh tim penindakan KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang setibanya dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Edhy bersama tersangka lainnya langsung ditahan KPK.