Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam dan mempertanyakan motif  Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto yang membocorkan kegiatan penggeledahan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Adapun Karyoto sebelumnya menyampaikan pihaknya akan melakukan penggeledahan di kantor KKP pasca tangkap tangan pada Edhy Prabowo terkait suap izin ekspor benur. Dia menyampaikan ini sebelum kegiatan dilakukan.

"ICW mengecam dan mempertanyakan motif dari Deputi Penindakan KPK Karyoto yang malah memberitahukan rencana penggeledahan terkait perkara yang melibatkan Edhy Prabowo," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 27 November.

Menurut Kurnia, sebagai pemimpin di bidang penindakan, Karyoto seharusnya paham jika penggeledahan tidak boleh diumumkan ke publik sebelum dilakukan. Sebab, jika hal itu terjadi, tentunya bisa menggangu proses penggeledahan itu sendiri.

"Selaku deputi penindakan mestinya yang bersangkutan memahami bahwa tindakan paksa berupa penggeledahan bersifat tertutup. Sebab, jika itu dipublikasikan maka akan membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti," tegasnya.

Dia meminta pimpinan ataupun dewan pengawas harus menegur Karyoto dan memberikan evaluasi terhadap pernyataan yang disampaikannya itu. Sehingga, ke depan kejadian semacam ini tidak akan lagi terjadi.

Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK Karyoto mengumumkan penyidik lembaga antirasuah akan mendatangi kantor KKP untuk melakukan penggeledahan setelah Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya terkait suap ekspor benur.

"Mudah-mudahan besok akan kami laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyidikan awal," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK, Kamis, 26 November.

Meski penggeledahan dilakukan selang beberapa hari setelah penangkapan dilakukan, KPK meyakini barang bukti yang ada di gedung tersebut akan tetap aman. Karena, mereka telah melakukan penyegelan terhadap sejumlah ruangan yang ada.

"Kemarin kami sudah segel (sejumlah ruangan, red). Sehingga mungkin dari kemarin tidak ada yang masuk di tempat yang akan kami geledah," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, selain menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka, KPK menetapkan lima orang lainnya sebagai penerima suap, yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy Prabowo bersama sejumlah tersangka ditangkap oleh tim penindakan KPK di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang setibanya dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. 

Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang suap sebesar Rp3,4 miliar yang kemudian sebanyak Rp750 juta digunakan untuk membeli barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Adapun barang yang dibelinya berupa tas, baju, hingga jam tangan mewah bermerk Rolex.

Atas perbuatannya, Edhy bersama lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berikutnya setelah ditetapkan sebagai tersangka, Edhy bersama pihak lain akan ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih KPK selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 25 November hingga 14 Desember.