Edhy Tersangka Korupsi, Bisakah Picu Jokowi Reshuffle Menteri?
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo resmi menjadi tahanan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster atau benur.

Edhy Prabowo menyatakan siap bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi benih lobster atau benur. Edhy Prabowo juga menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatan menteri di kabinet Indonesia Maju. 

"Saya minta maaf kepada Bapak Presiden. Saua telah mengkhianati kepercayaan beliau. Nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri dan saya yakin prosesnya sudah berjalan,” kata Edhy Prabowo di gedung KPK, Kamis, 26 November dini hari. 

Presiden Joko Widodo turut buka suara terkait penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK. Mantan Gubernur DKI ini menegaskan menghormati proses hukum yang berjalan. Belum ada ucapan mengenai pergantian jabatan Menteri KKP yang dilontarkan.

Jokowi juga tak mau pemerintah mengintervensi pemeriksaan Edhy terkait dugaan korupsi ekspor benih lobster tersebut.

"Tentunya kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. kita menghormati," kata Jokowi dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Rabu, 25 November.

Jokowi lantas menegaskan dirinya percaya jika KPK bekerja secara profesional. "Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka, profesional. Pemerintah konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," ujarnya.

Untuk sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim menggantikan Edhy Prabowo. Penunjukan Luhut sebagai Menteri KP ad interim tersebut berdasarkan surat yang diteken Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Rabu, 25 November, malam.

Bisakah picu Reshuffle?

Posisi Edhy yang terjerembab dalam dugaan korupsi mencuatkan kembali isu reshuffle jajaran kementerian yang dulu sempat disentil oleh Jokowi. 

Isu reshuffle awalnya muncul lewat ancaman Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni. Saat itu, Jokowi menyinggung kinerja sejumlah menterinya yang dianggap biasa-biasa saja di tengah krisis akibat pandemi COVID-19.

Lalu, Jokowi kembali menyindir menterinya dalam rapat terbatas pada 7 Juli. Lembaga-lembaga bawahan Jokowi banyak yang punya anggaran jumbo, tapi ternyata 'pelit' urusan belanja kementerian demi penanganan COVID-19.

Melihat isu reshuffle yang sempat mencuat, apakah penangkapan Edhy bisa menambah dorongan bagi Jokowi untuk segera melakukan reshuffle kabinet?

Menurut pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin, kecil kemungkinan Jokowi kembali mengancam untuk mereshuffle para menterinya. Sebab, terakhir kali, Jokowi telah mengeluarkan pernyataan pujian terhadap kinerja jajarannya.

Dalam rapat terbatas pada mengenai laporan kinerja Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Dalam pembukaan rapat terbatas tersebut, Jokowi mengatakan, penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi yang terkena dampak pandemi telah berangsur baik.

"Presiden memang sempat menggulirkan isu reshuffle, tapi beberapa hari lalu dia mengeluarkan statement bahwa kinerja jajarannya sudah baik. Itu mengindikasikan bahwa Jokowi tidak akan mereshuffle. Jadi, bisa saja Edhy Prabowo saja yang diganti," kata Ujang kepada VOI.

Ujang bilang, reshuffle bisa menimbulkan masalah baru dalam tata pemerintahan. Sebab, saat ini pemerintah masih belum bisa mengendalikan pandemi COVID-19, ditambah dengan persoalan menghadapi pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab.

"Kalau reshuffle, bisa jadi menambah kegaduhan. Di saat pemerintah punya persoalan Habib Rizieq dan persoalan pandemi. Jadi, pernyataan pak presiden yang terakhir, mengindikasikan bahwa sepertinya reshuffle tidak akan terjadi karena ia bilang kinerja menterinya sudah baik," jelas Ujang.