Hati-hati Jempol, <i>Virtual Police</i> Tak Hanya Pantau Medsos, WhatsApp Anda Juga <i>Dipelototi</i>
Polisi virtual mulai beroperasi di media sosial (Foto: Business Insider)

Bagikan:

JAKARTA - Markas besar (Polri) menyatakan, virtual police tak hanya mengawasi akun media sosial (medsos) saja tetapi menyasar hingga ke aplikasi pesan singkat Whatsapp. Pemantauan ini untuk mencegah konten negatif berbau hoaks atau SARA.

"Jangan berpikir, ah kalau kita memfitnah orang, menyebarkan kebencian, kalau pakai platform tertentu aman nih," ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat, 12 Maret.

Dalam pengawasan, penindakan pelanggaran tidak hanya mengandalkan virtual police. Sebab, masyarakat luas juga bisa melaporkan jika menemukan adanya indikasi pelanggaran pidana.

Nantinya, polisi bakal menindaklanjuti laporan tersebut. Jika ditemukan adanya pelanggaran, maka polsi bakal mengirim pesan teguran.

"Ini misalnya ya, ada di grup itu (Whatsapp), kemudian ada yang melapor ke polisi, dia screenshoot dong. Terus akunnya dilacak," tambahnya lagi.

Hanya saja, dalam pengawasan akun Whatsapp polisi tidak akan menyadap ponsel. Petugas hanya akan mengirimkan informasi agar tidak melakukan pelanggaran pidana. "Bukan disadap, ini kan kami memantau. Jadi nggak ada kata sadap," tandas dia.

Sebelumnya diberitakan, sekitar 125 akun media sosial terpantau melakukan pelanggaran Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Tapi, hanya 89 akun yang sudah ditegur.

Sementara, sisanya tidak mendapat teguran. Alasannya, berdasarkan keterangan ahli dan data, unggahan akun itu tidak memenuhi unsur pidana.

"Artinya konten memenuhi ujaran kebencian jadi memenuhi unsur. Sedangkan 36 konten tidak lolos artinya tidak menuju ujaran kebencian," kata Ramadhan.

Adapun, virtual Police merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bernomor: SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Dalam SE itu, Kapolri meminta agar penanganan kasus pelanggaran UU ITE lebih mengedepankan upaya restorative justice.