JAKARTA - Fakta baru soal penggunaan fee bantuan sosial (bansos) yang dikumpulkan dari vendor sebesar Rp10 ribu per paket terungkap dalam persidangan. Tak hanya masuk ke kantong eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara, uang itu juga digunakan membiayai rapat di Labuhan Bajo hingga pembayaran artis Cita Citata.
Penggunaan uang ini diungkapkan oleh Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso. Sedianya, dia menjadi saksi dalam persidangan dugaan suap pengadaan bansos dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.
Dalam persidangan Matheus menyebut fee bansos yang digunakan untuk membayar tagihan rapat di Labuhan Bajo mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan, salah satu tagihan mencapai angka Rp150 juta hanya untuk membayar artis Cita Citata sebagai pengisi acara.
"Pembayaran makan minum rapat pimpinan awal akhir Rp100 juta, pembayar makan minum tim bansos relawan dan tim pantau Rp200 juta, pembayaran sapi Rp100 juta, sewa pesawat carter Labuan Bajo Rp270 juta, pembayaran artis untuk kegiatan rapat Labuhan Bajo Rp150 juta," ucap Matheus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 8 Maret.
Berdasarkan informasi yang diterima, kata Matheus, artis yang diundang ketika rapat Kemensos di Labuhan Bajo yakni, Cita Citata. Tapi Matheus tak bisa memastikan hal itu karena tak ikut serta dalam kegiatan tersebut.
"Artisnya informasinya Cita Citata, saya juga nggak hadir," kata Matheus Joko.
Selain itu, fee bansos yang dikumpulkan dari vendor juga digunakan untuk membiayai kegitan Kementerian Sosial (Kemensos) lainnya. Semisal, pembayaran tes swab para pimpinan Kemensos hingga kegiata Mesuji Lampung.
"Pembayaran hotel biro humas Rp80 juta, pembayaran tes swab COVID pimpinan kemensos Rp30 juta, seragam baju tenaga pelopor Rp80 juta, pembayaran kegiatan Mesuji Lampung Rp100 juta, pengerahan tenaga pelapor untuk monitoring gudang Rp80 juta," kata Matheus.
Namun, Matheus menegaskan tidak mengetahui alasan di balik penggunaan alasan fee bansos untuk kegiatan Kemensos dan pejabat Kemensos. Sebab dia hanya menjalankan perintah.
Di sisi lain, fee bansos itu juga sebagian besar masuk ke kantong Juliari Peter Batubara. Jumlahnya mencapai Rp14,7 miliar dari Rp16,7 miliar yang sudah terkumpul.
Dalam pernyataannya, Matheus mengatakan pemberian fee bansos kepada Juliari Peter Batubara dilakukan secara bertahap tapi selalu melalui Adi Wahyono. Semua uang itu sudah diberikan.
Adi Wahyono merupakan kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Sosial, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan bansos sembako COVID-19.
"Benar kurang lebih segitu. Saya coba sampaikan (rincian) di sini, untuk penyerahan ke pak menteri melalui Pak Adi Rp8,4 miliar, diberikan bertahap. Rp2 miliar uang untuk apa kurang tau diminta untuk serahkan saja," jawab Matheus.
"Kemudian Rp3 miliar saya sampaikan di ruang pak Adi juga informasinya untuk bayar pengacara, kemudian Rp1,4 miliar saya sampaikan di ruang pak Adi, lalu Rp2 miliar saya sampaikan di Bandara Halim waktu itu mau tugas ke Semarang, saya sampaikan ke Pak Adi di parkiran," sambungnya.
Bahkan yang mengagetkan fee bansos COVID-19 juga diberikaan kepada beberap pejabat di Kemensos. Bahkan ada juga kolega Juliari yang diberikan uang sebesar Rp100 juta.
Para pejabat Kemensos ini menerima uang puluhan hingga ratusan juta. Bahkan, yang terbanyak diterima Dirjen Linjamsos Kemensos Pepen Nazarudin sebebar Rp1 miliar.
Hal ini terungkap ketika jaksa membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang kemudian diamini Matheus.
"KPA Bansos Corona Adi Wahyono Rp1 miliar, Dirjen Linjamsos Kemensos Pepen Nazarudin Rp1 miliar, Karo Perencanaan Adi Karyono Rp550 juta, Karopeg Kemensos Amin Rahardjo Rp100 juta, Direktur PSKBS Sunarti Rp100 juta, Staf Kemensos Robbin Rp 300 juta, Tim Bansos Yogi Rp300 juta, Iskandar Rp250 juta, Staf Kemensos Rizki Rp350 juta, Tim Bansos Firman Rp250 juta, dan Reinhan Rp70 juta," papar jaksa.
"Iya betul," jawab Matheus.
Sementara, Adi Wahyono yang juga dihadirkan sebagai saksi sempat menyampaikan penggunaan fee bansos tersebut. Salah satunya untuk membayar pengacara kondang Hotma Sitompul.
“Ada bayar pengacara, bayar untuk kebutuhan kunker ke Semarang, kemudian ada, biaya lainnya untuk sewa pesawat,” ujar Adi Wahyono.
Duit pengacara ini dijelaskan Adi Wahyono terkait pendampingan kasus anak yang ditangani Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Kasus ini disebut Adi sudah masuk ke proses persidangan di pengadilan.
“Saya dipanggil pak menteri (saat itu Juliari Batubara, red) untuk membyar pengacara,” sambungnya.
Perintah membayar pengacara ini disampaikan langsung Juliari Batubara. “Pada saat itu, menyiapkan dana sekitar Rp3 miliar,” sebut Adi.
“Pengacaranya siapa namanya?” tanya jaksa.
“Pak Hotma Sitompul,” jawab Adi Wahyono.
BACA JUGA:
Duit pembayaran pengacara kondang ayah tiri Bams eks Samsons didapat Adi dari mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bantuan sosial (bansos) COVID-19, Matheus Joko Santoso.
Sebagai informasi, Harry van Sidabukke merupakan pihak swasta yang didakwa menyuap Juliari dan sejumlah pejabat di Kementerian Sosial dengan total nilai sebesar Rp 1,28 miliar.
Sementara, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa memberi uang sejumlah Rp 1,95 miliar kepada Juliari dan sejumlah pejabat di Kemensos.
Penyuapan itu dilakukan agar kedua kedua terdakwa ditunjuk sebagai penyedia bansos Covid-19 pada Kemensos tahun 2020.
Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial.
Ada pun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.
Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus dan penunjukannya diketahui Juliari.
Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
Dalam operasi senyap ini, KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang sudah disiapkan dari pemberi suap yakni AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang Rp14,5 miliar disimpan di sejumlah koper dan tas serta terdiri dari pecahan rupiah dan uang asing.