Panggil Effendi Gazali, KPK Dalami Hasil Kajian dan Konsep Aturan Ekspor Benur
KPK/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah saksi dalam kasus suap benur atau benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Salah satu saksi yang dipanggil adalah Effendi Gazali, mantan penasihat Edhy saat masih menjabat.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan Effendi dipanggil penyidik untuk mendalami konsep dan kajian yang berujung terbitnya peraturan menteri terkait ekspor benur atau benih lobster.

"Effendi Gazali, mantan penasihat menteri KKP didalami pengetahuannya terkait dengan hasil kajian dan konsep rancangan Peraturan Menteri KKP mengenai kebijakan ekspor benih lobster," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 Maret.

Lebih lanjut, penyidik juga memanggil pihak lain seperti Direktur Produksi dan Usaha Perikanan Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya KKP Arik Hari Wibowo. Dalam pemeriksaan yang digelar hari ini, penyidik mendalami perihal penghilangan nilai prosentase budidaya benur sebelum dilakukannya ekspor.

Hal ini, kata Ali, menjadi perintah khusus yang dikeluar Edhy pada jajarannya di Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

Selanjutnya, KPK juga memeriksa pegawai Bank Mandiri, Eko Irwanto. Kata Ali, dia diperiksa untuk mendalami pelunasan satu unit rumah milik mantan stafsus Edhy yang juga tersangka, yaitu Andreau Pribadi Misata. Rumah ini berlokasi di Bekasi, Jawa Barat.

"Sumber uangnya diduga dari kumpulan para ekspoktir benur yang mendapatkan izin ekspor di KKP," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.