Bagikan:

JAKARTA - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengumpulkan masukan dari narasumber yang pernah bersinggungan menjadi pelapor dan terlapor. Salah satu narasumbernya yakniartis Nikita Mirzani yang meminta agar aturan UU ITE tidak dihapus.

Hal ini disampaikan Nikita saat diundang oleh tim kajian secara daring sebagai pihak yang pernah melaporkan orang lain dengan UU ITE pada Selasa, 2 Maret kemarin.

"UU ITE jangan dihapus, kalau dihapus nanti pada barbar netizennya pada ngaco soalnya," kata Nikita seperti dikutip dari keterangan tertulis Tim Kajian UU ITE, Rabu, 3 Maret.

Kehawatiran yang sama juga disampaikan Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid. Sebagai narasumber dari pihak pelapor, dia meminta pemerintah hati-hati dalam merevisi sejumlah pasal dalam UU ITE agar tidak muncul persoalan baru.

"Saya kira pointnya yang pertama jangan sampai kemudian niat baik revisi UU ITE, misalnya dalam pasal 27 ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet kemudian malah dihapus dan media sosial kita malah menjadi saling menghujat satu sama lain. Bapaknya dihina ibunya dihina ya mungkin itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan. Baik pasal 27 ayat 3. pasal 28 ayat 2 ITE. Jadi saya kira ini harus hati-hati dalam persoalan revisi UU ITE," ungkap Muannas.

Sementara dari pihak terlapor, aktivis Ravio Patra yang pernah dijerat dengan UU ITE justru menilai sebaliknya. Kata dia, sebuah perundangan harusnya menciptakan ketertiban, bukan memunculkan chaos di kalangan masyarakat. 

"Saya dikata-katain, difitnah dinarasikan sebagai mata-mata asing suatu negara. Kalau saya bereaksi dengan melaporkan banyak orang-orang, ujungnya satu negara dipenjara kan," ujarnya dalam diskusi tersebut.

Patra menceritakan pengalamannya berhadapan dengan pihak kepolisian saat dilaporkan terkait dengan UU ITE. Baginya, aturan ini adalah bentuk pengekangan kebebasan sipil sehingga dia ingin agar perundangan ini dihapuskan.

"Saya inginnya dihapus, tapi karena saya juga paham ada kebutuhan, karena saya juga mengakui juga memahami bahwa secara global banyak negara masih belajar mengatur  medium internet. Cuma yang terjadi di Indonesia menurut saya terlalu cepat terlalu bringas tidak ada moderasinya, berlebihan responnya," tegasnya.

Dengan beragam masukan dari para narasumber yang dihadirkan, Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo berharap masukan yang ada bisa jadi bahan dalam diskusi tim. Adapun pembahasan selanjutnya, antara sub tim I dan sub tim II akan dilakukan pada  pekan depan.

“Saya berharap kepada Bapak Ibu sekalian yang masuk di dalam sub Tim 1 maupun sub tim 2 untuk memanfaatkan waktu yang ada sambil kita menunggu kegiatan berikutnya. Ini bisa dimanfaatkan untuk mengadakan diskusi-diskusi terkait dengan berbagai masukan, saran, pandangan dari berbagai narasumber mulai dari sesi pertama sampai ketiga pada siang hari in," jelas Sugeng.

Selain melakukan pembahasan lanjutan, berikutnya berikutnya tim ini akan menghimpun saran dan masukan dari kelompok aktivis, masarakat sipil, paraktisi dan asosiasi pers.

Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD telah membentuk Tim kajian UU ITE. Tim ini dibagi dua, yaitu Sub Tim I yang merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering menimbulkan multitafsir.

Sementara, Sub Tim II bakal melakukan telaah substansi UU ITE atas beberapa pasal dalam UU yang dianggap multitafsir untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan revisi.