Edhy Prabowo Bantah Punya Vila yang Disita KPK, Pernah Ditawarkan Tapi Harganya Mahal
Edhy Prabowo (DOK. KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membantah vila yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) miliknya. Tersangka penerima suap dalam kasus ekspor benur itu, mengakui pernah ditawari vila tersebut namun tak direspons.

"Saya pernah ditawarkan memang untuk itu tapi kan saya enggak tindaklanjuti, harganya mahal juga," kata Edhy usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 22 Februari.

Meski begitu, dia mempersilakan jika penyidik akan menelusuri vila tersebut jika dianggap berkaitan dengan kasus yang sedang menjeratnya.

"Ya silakan sajalah, semua kepemilikan itu atas nama siapa dan sebagainya, saya juga enggak tahu," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK pada Kamis, 18 Februari lalu melakukan penyitaan terhadap sebuah vila di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabaputen Sukabumi, Jawa Barat. Vila tersebut diduga milik Edhy Prabowo yang pembeliannya menggunakan uang suap dari para eksportir benur atau benih lobster.

"Diduga vila tersebut milik tersangka EP yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan ijin pengiriman benih lobster di KKP," kata Ali Fikri saat itu.

Penyidik saat itu juga memasangkan plang penyitaan di vila dengan luas tanah sekitar dua hektare tersebut.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang-uang ini diduga dipergunakan Edhy dan istrinya untuk berbelanja barang mewah, termasuk saat melakukan lawatan ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat sebelum terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT).