JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah. Usai diperiksa, Nurdin membantah menerima suap dan gratifikasi untuk membayar utang kampanye.
"Enggak, enggak (melakukan korupsi untuk bayar hutang kampanye)," kata Nurdin di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Maret.
Sementara saat dicecar terkait uang dolar dan rupiah hingga miliaran rupiah, Nurdin tak mau bicara banyak. Nurdin Abdullah menyerahkan publikasi kasusnya ke KPK.
"Nanti penyidik yang jelasin," jelasnya.
Sementara terkait pemeriksaan hari ini, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan selain Nurdin, penyidik juga memeriksa dua tersangka lainnya yaitu Edy Rahmat yang merupakan Sekretaris Dinas PU Sulsel dan kontraktor bernama Agung Sucipto. Dalam pemeriksaan ini, penyidik masih sebatas melakukan konfirmasi awal terhadap ketiganya.
"Jadi belum masuk materi pemeriksaan," jelas Ali dalam keterangannya pada wartawan.
Nantinya, penyidik akan kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap masing-masing tersangka jika sudah didampingi oleh tim kuasa hukum. "Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," tegasnya.
KPK masih terus mendalami motif dibalik penerimaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Nurdin. Dia diduga melakukan penerimaan uang dari pihak lain untuk mengembalikan modal kampanye
"Tugas penyidik untuk mendalami uang itu untuk apa saja. Apakah misalnya lari karena biaya kampanyenya sangat besar, dia dapat sponsor dari pengusaha lokal setempat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kemungkinan Nurdin menerima suap untuk mengembalikan modal kampanye amat kuat. Sebab, Alex menilai, kebanyakan kepala daerah berutang budi kepada sponsor dalam mencari modal kampanye.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.