Usut Kasus Nurdin Abdullah, KPK Periksa Eks Bupati Bulukumba
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Hal ini dilakukan dengan melakukan pemanggilan terhadap lima orang saksi, termasuk mantan Bupati Bulukumba A.M Sukri A. Sappewali.

Kelimanya bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara Nurdin Abdullah dan tersangka lainnya. 

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polda Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 16, Makassar," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 April.

Empat saksi lainnya adalah, Kepala Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Ruddy Djamaluddin, Plt Sekretaris Dewan DPRD Bulukumba Andi Buyung Saputra, pihak swasta bernama Abdul Rahman, dan bekas ajudan Nurdin Abdullah, Syamsul Bahri.

Dalam perkara ini, komisi antirasuah menetapkan mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.