JAKARTA - Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif tersangka kasus suap infrastruktur, Nurdin Abdullah angkat bicara soal temuan uang hingga miliaran rupiah saat penyidik KPK melakukan penggeledahan. Klaimnya, uang yang ditemukan itu adalah uang masjid.
"Pokoknya itu kan uang masjid, ya. Bantuan masjid. Itu bantuan masjid, nantilah kita jelasin nanti," kata Nurdin di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 5 Maret.
Nurdin Abdullah membantah semua dugaan KPK yang mengarah kepadanya. Meski begitu, mantan Bupati Bantaeng ini tetap menghargai proses hukum yang tengah dilakukan lembaga antirasuah.
"Enggak, enggak, enggak ada yang benar. Pokoknya kita tunggu aja nanti d ipengadilan kita hargai proses hukum," tegas Nurdin.
Sementara terkait pemeriksaannya hari ini, Nurdin yang juga politikusi PDI Perjuangan ini mengaku belum ditanyai apa pun. Kata Nurdin, pemeriksaan selanjutnya akan dilakukan pada Senin, 8 Maret mendatang.
Diberitakan sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
BACA JUGA:
Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.