JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penghitungan total uang hasil penggeledahan yang dilakukan pada 1-2 Maret lalu di Sulawesi Selatan.
Penggeledahan ini dilakukan terkait kasus dugaan suap yang menjerat Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan dari penggeledahan tersebut, KPK lantas menyita uang dalam bentuk mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat serta Singapura.
"Uang rupiah sekitar Rp1,4 miliar, dan uang mata uang asing sebesar 10 ribu dolar Amerika Serikat, dan 190 ribu dolar Singapura," kata Ali dalam keterangan tertulis, Kamis, 4 Maret.
Uang itu telah disita dan penyidik KPK akan mendalami temuan tersebut ke beberapa saksi dan tersangka dalam pemeriksaan ke depannya.
"Berikutnya terhadap uang tersebut tersebut akan diverifikasi dan dianalisa mengenai keterkaitannya dengan perkara ini sehingga segera dapat dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam perkara ini," ujar Ali.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.