JAKARTA - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Golkar, Robert Joppy Kardinal, menilai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah gagal mengawasi peredaran obat-obatan di tengah masyarakat.
Robert meminta agar Kepala BPOM Penny Lukito mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas kasus ginjal akut yang menyebabkan 143 anak meninggal dunia. Fenomena gagal ginjal akut pada anak akibat cemaran zat kimia Etilen Glikol (EG) dalam obat sirop.
"BPOM dan aparatnya yang ikut bertanggungjawab sebaiknya meletakkan jabatannya atas kelalaian mereka sehingga ratusan anak-anak ikut menjadi korban, tidak perlu menunggu untuk dipecat!," Ujar Robert kepada wartawan, Kamis, 3 November.
Robert menegaskan, fenomena gagal ginjal akut pada anak ini harus menjadi pelajaran berharga. Setidaknya, kata dia, menjadi bahan evaluasi dan introspeksi mendalam bagi BPOM dalam menjalankan fungsinya untuk mengawasi peredaran obat di dalam negeri.
"Sebab musibah ini terjadi lantaran BPOM tidak bekerja, jadi sudah sepantasnya dipecat, juga dituntut pidana bersama para pemilik perusahaan farmasi yang terlibat," ujar legislator Golkar Dapil Papua Barat itu.
BACA JUGA:
Adapun alasan BPOM harus bertanggungjawab, kata Robert, yakni terkait salah satu temuan 7 obat sirup dengan cemaran zat kimia EG dan Dietilen Glikol (DEG) di luar ambang batas penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak.
Menurutnya, temuan tersbeut merupakan bukti bahwa BPOM lemah dalam mengawasi produksi obat dan distribusinya. Sementara penghentian dan penarikan obat baru dilakukan setelah korban mulai bermunculan.
"Seharusnya kita belajar dari BPOM Singapura yang betul-betul bekerja dan bertanggung jawab atas semua obat dan makanan yang beredar di masyarakat," pungkas Robert.
Sebelumnya, BPOM justru menyeret Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam urusan importasi senyawa kimia seperti PG dan PEG ke dalam Indonesia.
Dalam hal pengawasan, Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, BPOM hanya melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk kategori larangan dan pembatasan (Lartas).
Menurut Penny, barang-barang tersebut harus mendapatkan izin BPOM melalui Surat Keterangan Impor (SKI) sebelum didatangkan ke Indonesia.
"Bahan baku pada umumnya masuk melalui SKI BPOM. Khusus untuk pelarut PG dan PEG ini masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, non-lartas," kata Penny dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX, Rabu, 3 November.