JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan ultimatum penjemputan paksa terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe. Lukas dinilai tak kooperatif mangkir untuk kedua kalinya dari panggilan KPK pada Senin, 26 September.
"ICW mendesak KPK agar segera memberikan pesan ultimatum terkait penjemputan paksa kepada Gubernur Papua Lukas Enembe," kata Koordinator ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa, 27 September.
KPK diminta menunjukkan ketegasannya dalam mengusut dugaan korupsi yang menjerat Lukas. Kurnia menilai komisi antirasuah jangan justru mengiming-imingi gubernur itu dengan kemungkinan penghentian kasus.
"Sebab, sebagai aparat, KPK cukup menyampaikan kewajiban hukum Lukas untuk menghadiri proses pemeriksaan, bukan malah mengumbar SP3 (surat perintah penghentian penyidikan, red)," tegasnya.
Lagipula, narasi semacam ini tak pernah disampaikan ke tersangka lainnya. Sehingga, tak tepat jika KPK mengumbar janji semacam ini.
"Narasi terhadap Lukas ini praktis belum pernah disampaikan KPK kepada Tersangka lain. Ini menandakan ada perlakuan dan sikap berbeda dari KPK terhadap Lukas," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe kembali tidak hadir pada pemanggilan kedua sebagai tersangka pada Senin, 26 September. Kuasa hukumnya, Stefanus Roy Rening menyebut kliennya itu sedang sakit.
"Syarat orang memberi keterangan itu harus sehat. Kalau sakit gimana mau kasih keterangan," kata Kuasa Hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening kepada wartawan di Jakarta, Senin, 26 September.
BACA JUGA:
Stefanus mempersilakan KPK untuk datang ke rumah Lukas di Papua. Dia akan mengusahakan perlindungan bagi tim medis tersebut saat mengunjungi dan melihat kondisi kliennya.
Sementara itu, juru bicara Lukas, M. Rifai Danus mengatakan Gubernur Papua tersebut sudah dioperasi sebanyak tiga kali selama setahun terakhir. Berbagai operasi yang dilakukannya, termasuk operasi jantung, pankreas, dan mata.
"Dalam perjalanan ini kan sakit kemudian sembuh sakit sembuh, setahun terakhir setelah beliau melakukan operasi, tiga operasi besar," ujar Rifai.
Adapun operasi tersebut dilakukan di Singapura sejak 2021. Klaim Rifai, hanya dokter di Negeri Singa itu yang bisa menangani Lukas.
"Istilahnya charge-nya di sana. Jadi sakit ini kemudian charge di sana, kembali lagi aktif, jadi perjalanan beliau untuk apa namanya, berobat sudah terjadwalkan," tutur Rifai.