Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penjemputan paksa Gubernur Papua Lukas Enembe akan dilakukan jika dia kembali mangkir pada panggilan kedua. Hanya saja, mereka tak terburu-buru karena mengutamakan keselamatan warga.

"Penegakan hukum itu juga harus memperhatikan keselamatan rakyat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan, Senin, 17 Oktober.

Alexander memastikan tiap langkah untuk mengusut dugaan korupsi yang dilakukan Lukas akan dihitung dengan seksama. Kondisi di Papua akan menjadi perhatian KPK.

"Kita akan tetap melihat kondisi di sana seperti apa. Apakah kondusif, gitu kan," tegasnya.

Desakan untuk menjemput paksa Lukas sudah berulang kali disampaikan publik, termasuk Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman meminta KPK tegas jika kepala daerah itu kembali mangkir pada pemanggilan kedua.

"Hukum berlaku buat semuanya. Kalau dipanggil dua kali enggak hadir ya jemput paksa," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat, 14 Oktober.

Boyamin menilai untuk menghentikan sikap Lukas, tindakan tegas harus diambil KPK. Apalagi, banyak warga Papua yang sebetulnya mendukung pengusutan dugaan korupsi yang menjerat Lukas.

Lagipula, lanjut dia, semua orang sama di mata hukum. Siapapun yang tak hadir di pemanggilan kedua sebagai tersangka harus dijemput paksa.

Diberitakan sebelumnya, komisi antirasuah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Hanya saja, kasus yang menjeratnya belum dirinci.

Lukas sebenarnya akan diperiksa pada Senin, 26 September di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Namun, pemeriksaan ini urung dilakukan karena Lukas mengaku sakit dan tak bisa memberikan keterangan.

Selanjutnya, KPK akan kembali melakukan pemanggilan yang belum diinformasikan pastinya. Lukas diminta kooperatif memenuhi panggilan penyidik karena keterangannya dibutuhkan untuk membuat terang dugaan korupsi yang terjadi.