Bagikan:

BOGOR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur Papua Lukas Enembe akan rugi jika tak memenuhi panggilan penyidik. Penyebabnya, momen itu bisa menjadi kesempatan untuk membela diri dalam dugaan korupsi yang menjeratnya.

"Sesungguhnya ketika LE atau penasihat hukumnya tidak hadir adalah rugi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, Jumat, 14 Oktober.

"Kenapa karena dia sudah diberikan ruang dan tempat tapi tidak menggunakan kesempatan itu," sambungnya.

KPK mengingatkan Lukas menenuhi panggilan kedua sebagai tersangka jika surat sudah disampaikan. Ali memastikan pihaknya tak akan ragu melakukan penjemputan paksa jika kepala daerah itu tak hadir.

Apalagi, KPK berwenang menjemput paksa tersangka yang sudah mangkir dari panggilan sebanyak tiga kali.

"Jemput paksa itu memang boleh, ya, menurut hukum acara pidana ketika saksi ataupun tersangka dipanggil secara sah tiga kali atau ketiga kalinya kemudian mangkir," tegasnya.

Namun, komisi antirasuah tetap memantau kondisi di Papua sebelum melakukan jemput paksa untuk menjaga kondusivitas. Diharapkan penindakan ini tak membuat keadaan di sana memanas.

Diberitakan sebelumya, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Hanya saja, kasus yang menjeratnya belum dirinci.

Lukas sebenarnya akan diperiksa pada Senin, 26 September di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Namun, pemeriksaan ini urung dilakukan karena Lukas mengaku sakit dan tak bisa memberikan keterangan.

Selanjutnya, KPK akan kembali melakukan pemanggilan yang belum diinformasikan pastinya. Lukas diminta kooperatif memenuhi paanggilan penyidik KPK karena keterangannya dibutuhkan untuk membuat terang dugaan korupsi yang terjadi.

Hanya saja, belakangan kuasa hukum Lukas, Aloysius Renwarin meminta penyidikan ini dihentikan. Dia mengklaim masyarakat Papua ingin kasus tersebut diselesaikan secara adat.

Selain itu, Lukas disebut telah diangkat sebagai kepala suku di Papua. Pelantikannya dilakukan pada 8 Oktober lalu.