Penjaga Pantai China Amati Aktivitas Angkatan Lautnya di Laut China Selatan, Menhan Filipina: Intimidasi dan Pelecehan
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana. (Wikimedia Commons/Department of Defense Philippines)

Bagikan:

JAKARTA - Kapal Angkatan Laut dari Filipina berhasil menyelesaikan misi pasokan pada Hari Selasa di sebuah pos terdepan di Laut China Selatan, kata Menteri Pertahanan negara tersebut.

Itu dilakukah setelah sehari sebelumnya Presiden Filipina menegur China pada pertemuan puncak internasional, terkait aksi blokadenya di daerah tersebut.

Dua kapal pasokan Filipina berhasil mencapai pos terluar di Sierra Madre, kapal yang sengaja dikandaskan bebera dekade lalu di Second Thomas Shoal, Laut China Selatan, sebut Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan.

Namun, sebuah kapal kecil dikirim dari kapal penjaga pantai China yang membawa tiga orang, merekam pembongkaran personel dan kargo Filipina, sebut Menteri Lorenzana.

Filipina dan Amerika Serikat pekan lalu mengutuk penjaga pantai China karena mengganggu misi dan menggunakan meriam air di kapal logistik.

Daerah ini berada dalam zona ekonomi eksklusif 320km Filipina.

"Saya telah berkomunikasi dengan Duta Besar China, kami menganggap tindakan ini sebagai bentuk intimidasi dan pelecehan," ujar Menteri Lorenzana, mengutip Straitstimes dari Reuters 23 November.

Kedutaan Besar China di Manila, Filipina tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Untuk diketahui, sebuah kontingen kecil militer selama bertahun-tahun telah ditugaskan di kapal yang dikandaskan di kawasan Second Thomas Shoal, untuk menegaskan klaim Filipina atas kedaulatan di daerah tersebut.

Sebelumnya, Presiden Rodrigo Duterte pada Hari Senin mengatakan pada pertemuan puncak yang diselenggarakan oleh Presiden China Xi Jinping, dia "benci" apa yang terjadi di kawasan itu minggu lalu, menegaskan supremasi hukum adalah satu-satunya jalan keluar dari barisan "kolosal" di Laut China Selatan.

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai miliknya, menggunakan "sembilan garis putus-putus" pada peta yang diputuskan oleh pengadilan arbitrase internasional pada tahun 2016 tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional.

Selama bertahun-tahun telah mengerahkan ratusan kapal dalam kelompok besar untuk memperkuat klaimnya di Laut China Selatan, China mendapat tentangan klaim dari Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Taiwan hingga Vietnam.