JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan pihaknya akan mendata para narapidana (napi) mantan anggota organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang bisa bebas bersyarat atau didorong mengajukan grasi.
Menko Yusril mengatakan pendataan akan dikoordinasikan dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Kementerian Hukum, serta Kementerian HAM.
"Keseluruhan mereka ini, baik yang sudah dipidana maupun yang sedang dalam proses, juga akan kami diskusikan untuk kemungkinan mendapatkan amnesti dan abolisi dari Presiden," ujar Yusril dilansir ANTARA, Senin, 23 Desember.
Yusril menuturkan melalui pendataan itu pihaknya akan mengetahui jumlah napi mantan anggota Jamaah Islamiyah yang sudah harus mendapat pembebasan bersyarat dan yang harus didorong untuk segera mengajukan grasi kepada Presiden.
Presiden Prabowo Subianto, menurut dia, merupakan pemimpin yang berjiwa besar dan pemaaf.
"Beliau adalah tipe manusia tanpa dendam kepada orang lain, baik persoalan pribadi apalagi menyangkut kepentingan bangsa dan negara," ucap dia.
Sejak awal dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024, Prabowo, telah mengemukakan niat untuk membangun rekonsiliasi dan merajut kembali tali persaudaraan kebangsaan.
Terhadap narapidana, terlebih anak-anak dan usia produktif, Menko Yusril menuturkan bahwa Prabowo menunjukkan sikap belas kasih dan ingin memberikan amnesti.
Kemudian terhadap napi berkebangsaan asing, kata dia, Presiden setuju untuk secara selektif memindahkan mereka ke negara asalnya, di mana sebagian dari mereka kini sudah dipulangkan.
"Proses amnesti dan abolisi kini sedang dirumuskan. Insyaallah sudah dapat dilaksanakan pada bulan-bulan pertama tahun 2025 nanti," tutur Yusril .
Jamaah Islamiyah telah mengumumkan pembubarannya pada tanggal 30 Juni 2024 melalui deklarasi yang dilakukan oleh 16 tokoh senior di Bogor, Jawa Barat, dengan komitmen untuk meninggalkan kekerasan dan ekstremisme serta mendukung NKRI.
Para mantan anggota Jamaah Islamiyah sepakat untuk mengembangkan ajaran Islam yang damai dan toleran sejalan dengan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah. Lebih dari 100 anggota Jamaah Islamiyah, termasuk tokoh senior dan pimpinan pesantren, menghadiri deklarasi tersebut.
Deklarasi puncak pembubaran Jamaah Islamiyah berlangsung di Surakarta, Jawa Tengah, pada Sabtu (21/12), yang dihadiri ribuan mantan anggota Jamaah Islamiyah dari wilayah Surakarta, Kedu, dan Semarang.
Sebanyak 1.400 perwakilan eks anggota Jamaah Islamiyah menyatakan siap kembali ke pangkuan NKRI, mematuhi hukum yang berlaku, serta berkomitmen untuk menjauhkan diri dari paham dan kelompok ekstrem.
Setelah deklarasi pembubaran tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan pemotongan masa hukuman penjara bagi mantan anggota Jamaah Islamiyah yang telah menyatakan dukungannya terhadap pembubaran kelompok tersebut.
Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono mengatakan pihaknya berencana merekomendasikan pengurangan hukuman bagi lebih dari 180 orang kepada Kementerian Imipas dan lembaga pemasyarakatan.