Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengungkapkan angkatan laut Filipina memasok bahan bangunan dan juga senjata maupun amunisi ke kapal perang BRP Sierra Madre yang berada di kawasan Ren'ai Jiao sehingga menyebabkan penjaga pantai China harus naik dan menggeledah kapal tersebut.

"Filipina berbohong tentang misinya yang menurut Filipina untuk memasok kebutuhan hidup prajurit di kapal militer yang berlabuh di Ren'ai Jiao,” kata dia dilansir ANTARA, Jumat, 21 Juni.

"Seperti yang telah berulang kali ditunjukkan oleh China, Filipina mengirimkan bahan-bahan bangunan dan bahkan senjata dan amunisi ke kapal militer tersebut," imbuh Lin Jian.

Pada Selasa (18/6), Angkatan Bersenjata Filipina mengonfirmasi seorang prajurit angkatan lautnya mengalami cedera setelah tabrakan berkecepatan tinggi yang disengaja oleh Penjaga Pantai China (CCG) terhadap kapal Filipina yang sedang menjalani misi pasokan ulang untuk BRP Sierra Madre di perairan Laut China Selatan yang disengketakan.

Pejabat Filipina juga mengklaim bahwa personel CCG menusuk kapal angkatan laut menggunakan bolo mereka dan kemudian menyita senjata mereka.

Sejak 1999, Filipina menempatkan kapal perang BRP Sierra Madre sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang Ren'ai Jiao dan mengirim orang untuk mengisi perbekalan di markas terapung tersebut.

"Adalah terlarang untuk memperbaiki dan memperkuat kapal tersebut dalam skala besar sehingga kapal itu dapat menduduki Ren'ai Jiao secara permanen. Tindakan Filipina sangat melanggar kedaulatan China," ungkap Lin Jian.

China, ungkap Lin Jian, dengan tegas menolaknya dan akan merespons dengan tegas sesuai dengan hukum dan peraturan.

"Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa penyebab situasi saat ini di Ren'ai Jiao adalah Filipina melanggar komitmennya, menolak menarik kapal perang yang berlabuh secara ilegal di Ren'ai Jiao selama 25 tahun dan terus mengirimkannya bahan bangunan untuk memperkuat kapal perang tersebut," tambah Lin Jian.

Lin Jian mengungkapkan kehadiran BRP Sierra Madre di kawasan yang disengketakan menjadi bukti kuat atas provokasi dan pelanggaran terus-menerus yang dilakukan Filipina terhadap China selama beberapa dekade.

"Itikad buruk Filipina dan pelanggaran terhadap semangat Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan, serta kerugian yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup di Laut Cina Selatan.

"Kami mendesak Filipina untuk segera berhenti melakukan provokasi dan melanggar kedaulatan Tiongkok," ungkap Lin Jian.

Ia juga meminta agar Filipina kembali ke jalur yang benar dan menangani perselisihan dengan baik melalui jalur dialog dan konsultasi sesegera mungkin.

Panglima Militer Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr sebelumnya mengakui bahwa mereka memiliki senjata di kapal tersebut tapi tidak menggunakannya.

Ia mengatakan tentara Filipina bertempur dengan tangan kosong untuk mencegah pasukan China menyerang mereka.

Pemerintah China mengklaim memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut "Nanhai Zhudao" di Laut China Selatan yaitu terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan area Tepi Macclesfield.

Pulau karang itu disebut China dengan nama "Ren'ai Jiao", sedangkan oleh Filipina sebagai "Beting Ayungin" merupakan bagian dari Kepulauan Spratly yang disengketakan kedua negara, selain juga beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Laut China Selatan hingga saat ini masih menjadi titik panas permasalahan di kawasan karena China mengklaim hampir seluruh perairan di Laut China Selatan.

Negara-negara anggota ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filipina juga mengklaim wilayah tersebut.

Terbaru, Pemerintah China memberlakukan aturan baru operasi mereka di Laut China Selatan. Berdasarkan pedoman baru itu, China bisa menahan tersangka pelanggar hingga 60 hari.

Undang-undang yang sudah diterbitkan sejak 2021 itu mengatur soal izin bagi penjaga pantai China yang dapat menembaki kapal asing, menghancurkan bangunan negara lain yang didirikan di atas terumbu karang yang diklaim milik China dan hak untuk memeriksa kapal asing di perairan yang disebut kepemilikan China.