Tewaskan Komandan Batalyon Rezim Militer Myanmar, Pasukan CDF Siap Hadapi Balas Dendam

JAKARTA - Pasukan perlawanan anti-rezim militer di Negara Bagian Chin mengatakan mereka memperkirakan akan terjadi bentrokan hebat di Kota Mindat, sebagai aksi balas denda setelah seorang komandan batalyon Tatmadaw tewas pekan lalu.

Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Chinland (CDF) mengatakan komandan itu, seorang letnan kolonel, tewas dalam bentrokan antara CDF dengan Tatmadaw di sepanjang jalan raya Mindat-Matupi pada Jumat pagi pekan lalu.

Surat kabar yang dikendalikan militer Myanmar The Mirror mengumumkan pada Hari Sabtu, Letnan Kolonel Zaw Zaw Soe, meninggal sekitar pukul 6.15 pagi saat bertugas, meskipun tidak memberikan rincian di mana atau bagaimana dia meninggal.

Zaw Zaw Soe termasuk di antara 10 tentara junta yang tewas dalam pertempuran Hari Jumat, menurut CDF. Sejak bentrokan itu, situasi di Mindat menjadi lebih tegang, kata juru bicara kelompok itu kepada Myanmar Now seperti dikutip Senin 2 Agustus.

"Militer telah mengirim bala bantuan. Saya pikir mereka sudah mengirim sekitar tiga kolom pasukan mereka. Setelah pertempuran, sekitar 80 pasukan bala bantuan tiba dari Matupi. Sepertinya pertempuran akan menjadi lebih serius," ujar juru bicara tersebut.

Pertempuran di sepanjang jalan raya pegunungan dimulai pada 21 Juli ketika pasukan rezim militer Myanmar melancarkan serangan, menurut Tim Administrasi Rakyat Mindat.

Dua puluh enam tentara rezim militer Myanmar dan 15 pejuang CDF tewas dalam dua minggu sejak itu, kata juru bicara CDF. Ada juga laporan yang belum dikonfirmasi bahwa warga sipil terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Pada 24 Juli, CDF mengatakan mereka menguasai sebuah kantor polisi di kota terpencil M'kuiimnu tanpa melepaskan tembakan, setelah enam polisi dan tentara menyerah dan setuju untuk bergabung dengan perlawanan.

Ilustrasi kawasan Mindat, Myanmar. (Wikimedia Commons/LongestBusRide)

Mindat telah menjadi benteng perlawanan bersenjata terhadap junta sejak warga sipil mengangkat senjata di sana pada Bulan April, menggunakan senapan berburu tradisional dan kemudian merebut senjata yang lebih canggih dari militer.

Selama bentrokan terakhir, Front Nasional Chin,kelompok bersenjata yang sebagian besar tidak aktif sebelum kudeta, telah berjuang bersama CDF, seperti juga cabang-cabang Angkatan Pertahanan Rakyat dari berbagai wilayah Negara Bagian Chin, kata juru bicara CDF.

CDF mengatakan, pihaknya berencana untuk melanjutkan serangan, kendati telah ada perintah untuk menunggu sinyal untuk serangan nasional skala penuh terhadap pasukan rezim militer dari Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), kata juru bicara itu.

"Saat ini, kami berencana untuk melanjutkan pertempuran saat kami bersiap untuk perang yang akan datang. Tidak ada cara untuk menghentikan pertempuran jika mereka terus masuk tanpa izin di area tempat kami beroperasi," tegasnya.

Terpisah, Menteri Pertahanan NUG Yee Mon mengatakan kepada RFA bulan lalu, sekitar 8.000 pejuang PDF akan menyelesaikan pelatihan tempur pada akhir Juli. Dia mendesak pejuang perlawanan di seluruh negeri untuk menunggu sinyalnya untuk meluncurkan serangan terkoordinasi.

"Selama masa persiapan ini, saya mendesak rekan-rekan revolusi kita untuk mempersiapkan keselamatan, kesehatan, dan moral mereka sendiri," ujar Yee Mon.

Bulan lalu, juru bicara PDF bagian timur Yangon, yang telah berkoordinasi erat dengan NUG mengatakan kepada Myanmar Now, konflik 'habis-habisan' sedang dalam perjalanan.

"Saya berjanji kami akan segera tiba di depan pintu Anda. Kami saat ini terlibat dalam perang gerilya, tetapi perlu diketahui bahwa itu tidak akan lama sebelum kami memulai pertempuran habis-habisan," tegas juru bicara tersebut.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.