Jadi Perdana Menteri: Pemimpin Rezim Militer Myanmar Salahkan Teroris, Cabut Status Darurat Dua Tahun Lagi
Rapat pimpinan rezim militer Myanmar. (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Bagikan:

JAKARTA - Panglima militer Myanmar sekaligus pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, diangkat sebagai perdana menteri pemerintahan sementara yang dibentuk Minggu 1 Agustus kemarin.

Tepat enam bulan sejak kudeta 1 Februari, ia menyampaikan pidato di televisi, berjanji untuk mengadakan Pemilu dalam waktu dua tahun. Rencananya, Hlaing akan memimpin kabinet bersama wakilnya, Wakil Jenderal Senior Soe Win, serta mengumumkan rencana perubahan di tingkat negara bagian dan regional.

Kabinet baru ditunjuk untuk negara bagian dan wilayah, yang masing-masing akan memiliki seorang menteri utama, enam menteri, dan seorang jaksa agung, kata pengumuman itu, seperti mengutip Myanmar Now, Minggu 1 Agustus.

Yangon dan Mandalay, dua kota terbesar di negara itu, juga akan memiliki kementerian di pemerintah daerah masing-masing, dengan walikota mereka bertindak sebagai menteri. Junta mengangkat perwira militer berpangkat kolonel untuk mengepalai kementerian keamanan dan perbatasan setiap negara bagian atau wilayah, sementara kolonel polisi akan mengepalai kementerian perhubungan.

Dalam pidatonya, Min Aung Hlaing mengutip rancangan undang-undang dasar tahun 2008 yang disusun militer sebagai dasar waktunya untuk mengadakan pemilihan baru. Dia mengatakan, konstitusi mengizinkan dua perpanjangan enam bulan dari keadaan darurat satu tahun yang diberlakukan, segera setelah pengambilalihan militer 1 Februari.

militer myanmar
Jenderal Senior Min Aung Hlaing saat memimpin rapat rezim militer Myanmar. (Sumber: gnlm.com.mm)

"Enam bulan lagi akan diperlukan untuk mempersiapkan pemilihan. Kami akan menyelesaikan ketentuan keadaan darurat pada Agustus 2023," kata Min Aung Hlaing.

Pada kesempatan tersebut ia juga mengatakan, dewan militer akan bekerja dengan utusan khusus yang ditunjuk oleh Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), untuk menerapkan kesepakatan lima poin yang diadopsi oleh kelompok regional pada pertemuan puncak khusus yang diadakan untuk mengatasi krisis di Myanmar pada akhir April.

"Myanmar siap menggarap kerja sama ASEAN dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan utusan khusus ASEAN di Myanmar," tukasnya.

Mengenai aksi unjuk rasa yang telah menyebabkan tewasnya lebih dari 900 warga sipil, termasuk puluhan anak-anak, serta menangkap hampir 7.000 orang dari berbagai latar belakang, Min Aung Hlaing menyalahkan teroris yang menentang pemerintahannya atas kesengsaraan negara.

“Protes yang dilakukan di seluruh negeri setelah 1 Februari berubah menjadi anarkis dan kemudian konflik bersenjata. Orang-orang yang tidak bersalah terbunuh secara mengejutkan. Mengapa mereka membunuh orang-orang? Mengapa mereka menyerang orang-orang yang hidup damai? Kami tidak bisa menerimanya," tegasnya, menyebut respon yang dilakukan sudah sesuai dengan norma internasional.

Terpisah, pengamat dan kritikus menilai pengumuman kemarin merupakan langkah dari tekad rezim militer Myanmar untuk mempertahankan kekuasaanya, sekaligus memberikan harapan palsu,

Thein Oo, menteri kehakiman dari Pemerintah Persatuan Nasional bayangan, mengatakan langkah junta ditujukan pada militer dan dimaksudkan untuk 'menipu' jajarannya dengan harapan palsu akan kekuasaan.

"Negara ini telah menjadi negara gagal. Dan tentara telah menjadi rusak di dalam juga. Jadi ini untuk menipu tentara junta sendiri. Ini tentu bukan tentang pemilihan, tetapi untuk menjaga agar tentara tetap sejalan," katanya.

Sementara, pengamat sistem pemerintahan Myanmar mengatakan, pidato dan pengumuman hari Minggu keduanya mengisyaratkan rencana rezim untuk tetap berkuasa tanpa batas waktu.

"Cukup pasti mereka mencoba untuk memegang kekuasaan sebagai pemerintah untuk jangka panjang," kata pengamat, yang bekerja dengan organisasi masyarakat sipil dan meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.