Koalisi Anti-rezim Militer akan Gagalkan Kunjungan PM Kamboja ke Myanmar Hari Ini
PM Kamboja Hun Sen. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru/Пресс-служба Президента России)

Bagikan:

JAKARTA - Koalisi pasukan anti-rezim mengatakan akan melakukan segala daya untuk mencegah kunjungan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, sekaligus Ketua ASEAN ke Myanmar yang dijadwalkan Jumat ini.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis, Badan Koordinasi Pemogokan Umum (GSCB) mengecam kunjungan itu sebagai langkah untuk melegitimasi rezim teroris Myanmar, bersumpah untuk menggagalkannya.

Kelompok itu, yang terdiri lebih dari 260 organisasi yang dibentuk untuk menentang pengambilalihan militer tahun lalu, mengatakan kunjungan dua hari itu mengabaikan keinginan rakyat Myanmar, serta persyaratan yang ditetapkan oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk normalisasi hubungan dengan rezim.

Selama pertemuan darurat Pemimpin ASEAN yang diadakan April lalu untuk mengatasi krisis di Myanmar, yang dihadiri oleh pemimpin kudeta Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pengelompokan regional mencapai 'Lima Poin Konsensus' yang menyerukan penghentian kekerasan dan dialog di antara semua pihak sebagai prasyarat untuk keterlibatan dengan junta yang baru dipasang.

"Kesepakatan ini dibuat oleh para pemimpin ASEAN, termasuk pemerintah Brunei, ketua ASEAN sebelumnya. Tetapi pemerintah Kamboja, yang merupakan ketua saat ini, tampaknya ingin membalikkannya," ujar anggota GSCB Chit Win Maung, mengutip Myanmar Now 6 Januari.

Pada hari yang sama dengan pernyataan GSCB dirilis, empat negara, termasuk Kamboja, mengirim pesan resmi kepada rezim untuk memberi selamat kepada Myanmar pada Hari Kemerdekaannya.

myanmar
Ilustrasi bentrokan pengunjuk rasa anti-kudeta dengan pasukan rezim militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Maung Sun)

PM Hun Sen memicu kontroversi bulan lalu ketika dia bertemu dengan menteri luar negeri junta, Wunna Maung Lwin, di Phnom Penh dan mengumumkan rencana untuk mengunjungi Myanmar pada 2022 untuk pertemuan dengan para pemimpin militer senior, termasuk Min Aung Hlaing.

Pengumuman itu disambut dengan protes di luar kedutaan Kamboja di Yangon, di mana dua ledakan, tampaknya disebabkan oleh alat peledak rakitan yang dibuat oleh lawan rezim, dilaporkan Jumat lalu.

Terlepas dari ancaman terhadap keselamatan PM Hun Sen, juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja telah mengkonfirmasi, kunjungan itu akan berjalan sesuai rencana.

"Perjalanan tidak akan diubah karena kami mempercayai negara tuan rumah untuk melindungi keselamatan para tamu," juru bicara, Koy Kuong, mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA) yang berbasis di Washington pada Hari Senin.

Keesokan harinya, juru bicara junta Zaw Min Tun juga dilaporkan oleh RFA yang mengatakan, para pemimpin pemerintah sipil Myanmar yang digulingkan, termasuk Penasihat Negara yang digulingkan Aung San Suu Kyi, tidak akan diizinkan untuk bertemu dengan Hun Sen selama kunjungannya.

Kunjungan itu dilakukan di tengah meningkatnya kekerasan di banyak bagian negara itu, ketika junta terus melakukan serangan terhadap kelompok-kelompok perlawanan bersenjata yang aktif di daerah-daerah, yang sebagian besar bebas dari konflik hingga kudeta tahun lalu.

Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan pada awal Desember, jumlah warga sipil yang mengungsi akibat konflik di Myanmar hampir dua kali lipat sejak kudeta, menjadi total lebih dari 650.000 orang.

Dengan membawa legitimasi ke rezim, Hun Sen mengancam tidak hanya kesejahteraan rakyat Myanmar, tetapi juga stabilitas kawasan dan sekitarnya, menurut Chit Win Maung dari GSCB.

"Kita tidak bisa membiarkan diktator saling membantu dalam menindas rakyat. Dia datang ke Myanmar dan membantu Min Aung Hlaing akan mengancam tidak hanya Myanmar, tetapi juga seluruh dunia," kritiknya.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.