JAKARTA - Seorang mantan kapten militer Myanmar yang mencoba menembak pemimpin pro-demokrasi Aung San Suu Kyi, meninggal karena COVID-19, setelah awalnya ditolak oleh rumah sakit militer untuk perawatan.
Mantan kapten Myint Oo (60) meninggal pada Hari Sabtu di fasilitas medis yang dikelola militer di Hmawbi, Yangon, Myanmar, pekan lalu seperti mengutip The Irrawaddy Senin 26 Juli.
Mundur ke belakang sekitar 32 tahun lalu, tepatnya 4 April 1989, Aung San Suu Kyi sedang berkampanye untuk Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di Wilayah Ayeyarwady, ketika dia dan para pendukungnya dihadang oleh sekelompok tentara yang dipimpin oleh Kapten Myint Oo di Kota Delta Danubyu.
Pada saat itu, rezim militer Myanmar saat itu berusaha untuk menekan Aung San Suu Kyi dan NLD-nya karena dukungan rakyat yang besar. Myint Oo ketika itu meneriakkan perintah agar arak-arakan dibubarkan.
Namun, perjalanan Aung San Suu Kyi dan para pendukungnya terus berlanjut, mendorong tentara untuk mengarahkan senapan mereka ke arah Suu Kyi dan pendukungnya. Tentara tinggal menunggu perintah untuk menembak dari Myint Oo.
Situasi yang mencekam tiba-tiba diredakan oleh seorang mayor yang menginterupsi sang kapten, memerintahkannya untuk tidak menembak, dengan mengatakan, "Ini bukan garis depan. Ini politik". Intervensi mayor membuat Myint Oo marah. Dia merobek tanda pangkatnya di tempat.
Bertahun-tahun kemudian, sang kapten mengingat, dia pasti akan menembaki Aung San Suu Kyi dan para pendukungnya, karena telah menerima perintah tertulis dari komando atas untuk melakukannya.
"Saya hanya ingin menjadi tentara yang patuh yang mengikuti perintah," tegasnya merasa dikhianati, menambahkan perubahan menit terakhir pada perintah membuatnya cukup marah untuk merobek tanda pangkatnya, karena mereka tidak mengikuti perintah yang mereka keluarkan.
Meskipun tanda pangkatnya dirobek, Myint Oo tetap menjadi tentara sampai tahun 1992, ketika dia dipindahkan ke Kementerian Irigasi, di mana dia akhirnya pensiun sebagai wakil direktur.
Ketika NLD berkuasa pada tahun 2015, ia tetap anti-NLD dan anti-Aung San Suu Kyi. Ia menggunakan akun Facebook-nya untuk menyuarakan ketidaksenangannya pada mereka dan kesetiaannya kepada militer.
Pada 18 Juli 2021, Myint Oo kembali merasa dikhianati militer Myanmar, ketika dia dilarikan ke Rumah Sakit Militer dengan 1.000 Tempat Tidur di Yangon setelah mengalami demam, salah satu gejala COVID-19.
Dia tidak disambut dan dimarahi oleh petugas yang bertugas. Setelah dua hari menunggu untuk mendapatkan tempat tidur perawatan, ia dinyatakan positif dan dikirim ke pusat COVID-19 tanpa dokumen rujukan yang tepat, membuatnya sempat mengalami penolakan di sana.
Ini membuatnya sangat marah sehingga dia menulis peringatan di halaman Facebook-nya, mengatakan dia "tidak ingin menjadi merah setelah menjadi hijau setelah bertahun-tahun," yang berarti insiden itu telah mendorongnya untuk mempertimbangkan apakah akan mendukung NLD, karena dia telah dikhianati oleh militer.
BACA JUGA:
Setelah unggahannya, Myint Oo dirawat di rumah sakit militer di Hmawbi, tetapi dia meninggal di sana pada Hari Sabtu pekan lalu di rumah sakit tersebut.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.