Bagikan:

JAKARTA - Robinhood, aplikasi perdagangan populer yang dikenal dengan layanan bebas komisi, baru-baru ini menepis rumor tentang rencana peluncuran stablecoin mereka. Dalam beberapa minggu terakhir, spekulasi mengenai langkah Robinhood untuk memasuki pasar stablecoin semakin menguat, terutama setelah laporan dari Bloomberg yang mengutip sumber-sumber anonim. Namun, perusahaan segera mengklarifikasi bahwa mereka tidak memiliki niat untuk memasuki pasar stablecoin dalam waktu dekat. Pernyataan ini datang di tengah semakin padatnya pasar stablecoin dengan banyaknya pemain besar yang telah terjun ke dalamnya.

Minggu lalu, Bloomberg melaporkan bahwa Robinhood tengah mempertimbangkan untuk terjun ke pasar stablecoin, mengutip sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya. Namun, pernyataan resmi Robinhood segera mengklarifikasi bahwa informasi tersebut tidak benar dan mereka tidak berencana untuk meluncurkan stablecoin dalam waktu dekat.

Pasar stablecoin sendiri semakin padat dengan banyaknya pemain besar yang telah terjun ke dalamnya. Ripple, misalnya, memperkenalkan stablecoin RLUSD pada April lalu dan saat ini masih dalam fase pengujian beta. Selain itu, neobank asal Inggris, Revolut, juga dikabarkan sedang mempersiapkan stablecoin mereka, meskipun belum ada konfirmasi resmi terkait peluncurannya.

Pasar stablecoin memang menjadi salah satu segmen yang semakin ramai di industri kripto. Tether (USDT) saat ini mendominasi pasar dengan kapitalisasi mencapai 119,7 miliar Dolar AS (Rp1.8 kuadriliun), sementara Circle’s USDC berada di peringkat keenam dengan kapitalisasi pasar sebesar 35,7 miliar Dolar AS (Rp542 triliun), menurut data dari CoinGecko.

Meskipun banyak pemain besar sudah mendominasi, beberapa pengamat pasar seperti broker ternama Bernstein yakin bahwa pasar stablecoin bisa tumbuh hingga mencapai 3 triliun Dolar AS (Rp45,6 kuadriliun) dalam lima tahun mendatang. Stablecoin semakin diminati sebagai alat pembayaran, terutama di pasar-pasar yang sedang berkembang di berbagai belahan dunia.