Bagikan:

JAKARTA– Konflik antara miliarder Elon Musk dan pemerintah Brasil semakin memanas setelah Partai Konservatif, Partido Novo, mengajukan gugatan hukum terhadap larangan yang diberlakukan pada platform X (sebelumnya Twitter). Larangan ini diberlakukan oleh Hakim Mahkamah Agung, Alexandre de Moraes, yang telah lama berseteru dengan Musk terkait isu sensor dan ujaran kebencian di negara tersebut.

Larangan ini diberlakukan oleh Moraes setelah X, yang merupakan platform media sosial keenam terbesar di Brasil, tidak mematuhi perintah pengadilan untuk memblokir sejumlah akun yang dituduh menyebarkan "berita palsu" dan pesan kebencian yang dianggap mengancam demokrasi. Moraes juga memerintahkan pembekuan aset Starlink, perusahaan penyedia layanan internet satelit yang juga dimiliki oleh Musk, sebagai jaminan untuk membayar denda yang dikenakan pada X.

Musk telah mengecam keputusan tersebut, menyebut Moraes sebagai "diktator" dan menuduhnya menutup "sumber kebenaran nomor satu di Brasil." Sebagai tanggapan, X telah menutup kantornya di Brasil dan menuduh Moraes melakukan sensor.

Partido Novo mengajukan permohonan untuk membatalkan larangan tersebut, dengan alasan bahwa keputusan Moraes melanggar konstitusi Brasil. Mereka juga mempertanyakan pembekuan aset Starlink, dengan argumen bahwa X dan Starlink adalah entitas yang berbeda dan tidak seharusnya satu sama lain terlibat dalam kasus hukum yang sama.

"Ini adalah soal kebebasan berekspresi - kami ingin X kembali normal di Brasil," ujar Jonathan Mariano, seorang jaksa federal dan kandidat dari Partido Novo untuk Dewan Kota Rio de Janeiro, dikutip VOI dari Reuters.

Permohonan tersebut akan ditangani oleh Hakim Mahkamah Agung Kassio Nunes Marques, yang diangkat oleh mantan Presiden sayap kanan, Jair Bolsonaro. Marques diharapkan akan membawa kasus ini ke panel pengadilan yang lebih luas atau langsung menolak permohonan tersebut. Meski belum ada tanggal yang ditetapkan untuk keputusan ini, Marques diperkirakan akan bergerak cepat mengingat dampak besar dari keputusan Moraes terhadap perusahaan-perusahaan Musk.

Presiden Brasil saat ini, Luiz Inacio Lula da Silva, mendukung keputusan Moraes untuk menangguhkan X. Lula menyatakan, "Hanya karena seseorang memiliki banyak uang, bukan berarti dia bisa melanggar hukum." Musk kemudian merespons dengan mengejek Lula sebagai "anjing peliharaan" Moraes.

Keputusan Moraes mendapatkan dukungan dari salah satu panel Mahkamah Agung, meski beberapa ahli hukum berpendapat bahwa isu kontroversial semacam ini seharusnya diperdebatkan oleh semua 11 hakim, bukan hanya setengah dari mereka.

Vera Chemim, seorang pengacara konstitusi yang berbasis di São Paulo, menyatakan bahwa pembekuan akun Starlink melanggar hukum Brasil dan harus segera dibatalkan. Namun, mantan Ketua Mahkamah Agung, Carlos Ayres Britto, tidak sependapat, menyebut bahwa X dan Starlink adalah bagian dari "gurita ekonomi" yang sama.

Partido Novo bukan satu-satunya pihak yang menentang keputusan Moraes. Asosiasi Pengacara Brasil juga mengajukan permohonan agar Mahkamah Agung membatalkan perintah Moraes yang mengenakan denda sebesar 50.000 reais (sekitar Rp137 juta) per hari kepada warga Brasil yang menggunakan VPN untuk mengakses X. Asosiasi ini berpendapat bahwa pengenaan denda tersebut melanggar prinsip-prinsip konstitusi terkait pemisahan kekuasaan, hak pembelaan diri, dan proses hukum yang adil.

Meskipun situasi ini terus berkembang, dampaknya terhadap lanskap politik dan hukum di Brasil, serta terhadap hubungan bisnis Musk di negara tersebut, diperkirakan akan semakin signifikan dalam beberapa hari mendatang.