Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 13 Mei 2017, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Pulhukam), Wiranto menegaskan rencana pemerintahan membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah final. Pembubaran dilakukan karena HTI ngotot menegakkan Khilafah Islamiyah.

Sebelumnya, HTI ngotot Indonesia menerapkan sistem khilafah. Ormas itu menganggap sistem demokrasi justru banyak membawa mudarat, ketimbang manfaat. Paham itu kemudian dikecam.

Upaya HTI memperkenalkan sistem pemerintahan Islam khilafah kian masif. Pendukungnya mulai banyak. Kalangan mahasiswa, apalagi. Alih-alih mahasiswa ingin berjuang mengawasi kerja pemerintah, sekelompok mahasiswa justru mulai berkeinginan mengganti demokrasi dengan sistem khilafah.

HTI memandang sistem demokrasi banyak boroknya. Sistem pemilihan dengan cara pemungutan suara tak mampu mencerminkan pemimpin terpilih adalah yang terbaik. HTI pun menginginkan sistem khilafah. Negara Islam adalah jawaban utama dari segala macam dinamika bangsa.

Wiranto yang pernah menjabat sebagai Menko Polhukam era 2016-2019. (Antara)

Gebrakan HTI tak hanya menyasar mahasiswa. Mereka pun coba menarik simpati kalangan menengah dengan cara dakwah ke masjid-masjid dan bedah buku. Namun, keinginan HTI menyebar sistem khilafah tak mulus-mulus saja.

Upaya HTI justru mendapatkan tentangan. Sistem itu dianggap tak cocok dengan Indonesia, dan bertentangan dengan Pancasila. Pertentangan itu karena Indonesia multikultural. Boleh jadi Islam adalah mayoritas, tapi keberagaman agama di Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata.

Paham itu jika dipaksakan akan menyuburkan sikap intorelan dan bisa menyebabkan disintegrasi bangsa. Menko Polhukam, Wiranto ambil sikap. Ia berencana membubarkan ormas tersebut.

Wiranto justru melihat HTI tak memiliki niatan berperan positif untuk dalam pembangunan bangsa Indonesia. Gebrakan mereka justru dianggap berpotensi menimbulkan perpecahan.

Unjuk rasa pendukung HTI. (BBC/EPA/Adi Weda)

"Setelah melakukan pengkajian yang seksama, dan pertimbangan mendalam, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum. Langkah untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di seluruh Indonesia.”

"Pertama, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak mengambil peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang ormas," ujar Wiranto sebagaimana dikutip laman BBC, 8 Mei 2017.

Keinginan pemerintah membubarkan HTI mendapatkan tentangan. Pembubaran dianggap tak sesuai dengan prinsip demokrasi. Bahkan, muncul isu jika pemerintah melerang HTI sebagai bentuk alergi terhadap dakwah Islam.

Wiranto kembali angkat bicara pada 13 Mei 2017. Ia menyebut rencana pembubaran HTI sudah final. Pembubaran itu bukan bentuk alergi kepada dakwah Islam. Wiranto menegaskan gebrakan politik HTI dapat mengganggu stabilitas nasional.

Ia menyebut sah-sah saja HTI mengambil langkah hukum terkait rencana pembubaran itu. Namun, ia memastikan rencana pembubaran HTI harus terus berjalan. Kemudian, Pembubaran HTI baru benar-benar dilakukan pada 19 Juli 2017. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum HTI.

"Ya bagaimana? Masa kita biarkan? Kita diamkan? kan tidak bisa. Alasan apapun, tidak bisa karena walau kita negara demokrasi negara yang punya kebebasan mengekspresikan pendapat, tapi ada batasannya kebebasan dibatasi tidak mutlak, batasannya apa? hukum. Pada saat sudah melanggar hukum kita akan menyelesaikan," ungkap Wiranto sebagaimana dikutip laman liputan6.com, 13 Mei 2017.