Bagikan:

JAKARTA - Soeharto dan Orde Baru (Orba) kian terdesak. Resesi ekonomi makin memperparah keadaan pada 1997-1998. Segenap rakyat Indonesia mulai jatuh ke level terendah. Mereka terpaksa bertarung dengan hidup dan himpitan ekonomi.

Tokoh nasional dan kaum mahasiswa bergerak. Mereka menggelar aksi demonstrasi dengan tuntutan Soeharto turun. Namun, pemerintah yang anti kritik merusak segalanya. Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Mei 1998 terjadi. Sesuatu kejadian yang mengakhiri kuasa Soeharto dan Orba.

Kuasa Soeharto dan Orba pernah cukup kuat. Pemerintah dapat mengontrol apa saja. Mereka dapat menstabilkan ekonomi. Mereka dapat pula menjaga iklim investasi. Kelancaran itu membuat perekonomian Indonesia membaik. Sekalipun jalan yang tempuh Orba adalah pemerintahan represif.

Belakangan Orba makin sering muncul dengan kekuatan militer untuk mengamankan segalanya, dari lawan poiitik hingga pembebasan lahan. Kondisi itu diperparah dengan menjamurnya korupsi era Orba.

Dokumentasi - Mahasiswa dengan foto empat orang korban tragedi Mei mengikuti Peringatan 18 Tahun Tragedi 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta. (Antara/M Agung Rajasa/ama/pri)

Korupsi yang dilakukan secara ramai-ramai. Bak apa yang tanam, itu yang tuai. Orba pun kelimpungan pada 1997-1998. Resesi ekonomi kian memperburuk segalanya. Hajat hidup rakyat jatuh pada titik terendah. Rakyat Indonesia yang tadinya diam saja dengan laku hidup pemerintah memilih bergerak.

Tokoh nasional, pemuda, dan mahasiswa memilih untuk turun ke jalan. Keinginan mahasiswa satu: Soeharto lengser. Ragam kampus di Jakarta pun ikut berpartisipasi. Universitas Trisaksi, salah satunya. Mahasiswa, dosen, pegawai, hingga alumni Universitas Trisakti ikut melakukan aksi demonstrasi pada 12 Mei 1998.

Alih-alih aksi hanya digelar di kampus, mereka hendak menuju gedung MPR/DPR Senayan. Mulanya aksi itu berjalan lancar. Aparat keamanan mampu mengawal mahasiswa dari awal hingga akhir. Masalah muncul kala rombongan mahasiswa pulang ke kampus.

Aparat keamanan tiba-tiba menyerang mahasiswa. Empat nyawa yang namanya abadi hingga kini. Mereka antara lain Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur), Hafidhin Royan (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil), Hery Hartanto (Fakultas Teknologi Industri), dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi).

Kerusuhan di Jakarta pada 13-14 Mei 1998. (DW/C. Youn-Kong/picture alliance)

“Rupanya para pimpinan Universitas Trisakti telah dihubungi oleh para pejabat tinggi, pimpinan keamanan dan Menteri Pendidikan agar mereka yang tewas segera dievakuasi untuk secepatnya bisa keluar kampus, serta mencegah kemarahan masyarakat dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.”

“Sebelum ke empat peti mati yang dibungkus dengan bendera Merah-Putih itu diangkat, Rektor Moertedjo menyampaikan sambutan singkatnya, Sekalipun pemerintah tidak menyatakan mereka sebagai pahlawan; akan tetapi kami, khususnya sivitas akademika Universitas Trisaksi seluruhnya, di dalam hati, kami anggap mereka adalah pahlawan dan pejuang reformasi sejati!,” ungkap Sri Bintang Pamungkas dalam buku Ganti Rezim Ganti Sistim (2014).

Soeharto Mundur

Tragedi Trisakti bak menyulutkan amarah rakyat Indonesia. Borok pemerintah yang represif kain terlihat. Segenap rakyat Indonesia pun tergerak mengecam tindakan Orba. Alih-alih hanya lagu gugur bunga saja yang mengalun, perjuangan dan deru aksi turun ke jalan juga ikutan masif.

Narasi protes muncul di mana-mana. Soeharto dan Orde Baru dianggap dalang utama peristiwa itu. Situasi Jakarta jadi kacau dan tak terkendali. Kerusuhan yang dikenal dengan nama Kerusuhan Mei 1998 terjadi, dari 13-19 Mei.

Kebakaran dan penjaran terjadi di seantero Jakarta. Ratusan orang meninggal dunia dan ribuan bangunan rusak parah. Kondisi itu diperparah dengan terjadinya konflik rasial. Kaum wanita dari etnis China jadi korban pelecehan dan pemerkosaan. Kerusuhan pun menjelar ke luar Jakarta.

Momentum Presiden Soeharto mengundurkan dir pada 21 Mei 1998. (Wikimedia Commons)

Di tengah kondisi yang tak kondusif itu, Soeharto di minta mundur oleh banyak pihak. Ketua MPR Harmoko pun turut memberikan saran mundur. Soeharto terdesak. Apalagi, Amerika Serikat (AS) tak lagi mendukung Soeharto. Banyak negara kemudian mengimbau warga negaranya keluar dari Indonesia.

Kekacauan itu membuat Soeharto menyerah. Ia pun segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai orang nomor satu Indonesia pada 21 Mei 1998. Opsi mundur itu dianggap satu-satunya jalan supaya kerusuhan dan aksi massa tak meluas.

“Tentu bagi kita jatuhnya Presiden Soeharto adalah akibat gerakan serta aksi para mahasiswa dan pemuda yang bertindak sebagai kekuatan moral (moral force) dan didorong oleh hasrat akan reformasi, namun di luar negeri beredar cerita bahwa yang menggulingkan Soeharto adalah IMF, dengan kemungkinan besar pemerintah Amerika Serikat bersimpati penuh dengan tindakan tersebut.”

“Sebab jangan dilupakan bahwa satu hari sebelum Soeharto lengser keprabon, Menlu Amerika Madeleine Albright dalam sebuah pidato depan komunitas universitas di Virginia menyelipkan seruannya agar Soeharto bertindak sesuai dengan sejarahnya, yang secara tersirat berarti agar Soeharto mundur saja sebagai Presiden,” ujar Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil ‘Petite Histoire’ Indonesia Jilid I (2004).