JAKARTA - Tiada yang tak mengenal Johanes Hubertus Eijkenboom atau Johny Indo di era Orde Baru (Orba). Johny Indo kerap dikenal sebagai penjahat kelas kakap. Dedengkot kelompok perampok, Pasukan China Kota (Pacinko) pula. Aksinya merampok toko emas tak pernah gagal.
Semuanya itu karena Johny memainkan peran bak penjahat genius. Ia selalu memetakan dengan baik skenario aksinya, dari awal hingga akhir. Hasil rampokannya tak seluruhnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Johny lebih suka membaginya kepada kaum miskin kota.
Kepuasan hidup tak melulu ditentukan dengan keberhasilan meraih pekerjaan mentereng. Johny Indo mengamaninya. Pria kelahiran Garut, 6 November 1948 itu memiliki nasib yang beruntung. Wajah rupawannya jadi bekal penting Johny meraih karier dalam dunia hiburan.
Ia mampu menembus persiangan di dunia model dan aktor – walau baru merintis. Ia memang belum terlalu populer. Namun, rezekinya lancar saja. Belakangan Johny mulai memiliki keinginan mendapatkan pemasukan tambahan.

Pemasukan itu untuk membiayai hidupnya sekaligus membantu kaum miskin kota. Alih-alih memilih cara halal, Johny justru masuk ke dunia gelap. Ia mulai membentuk kawanannya. Pacinko, namanya. Ia memilih sendiri anggota yang dianggapnya mempuni dalam merampok. Toko emas jadi targetnya.
Perampokan pertamanya dijalankan di toko emas kawasan Kebon Kacang, Jakarta pada September 1977. Perampokan yang dilakukan bukan dari spontanitas. Johny bak mempersiapkan segalanya dengan baik. Ia mendapatkan ilmu merampok dari hobinya membaca buku.
Ia kerap memiliki minat lebih dalam membaca buku terkait perang hingga spionase. Taktik dalam buku dipelajarinya hingga memunculkan ilmu baru: ilmu maling. Ia mulai mikirkan bagaimana aparat keamanan tak mengendus kelompoknya.
Johny pun meminta kawanannya untuk mencuri sebuah taksi. Kendaraan itu digunakan untuk merampok dan berhasil. Johny pun kerap membekali aksinya dengan dua buah dua pistol andalannya, Smith & Wesson kaliber 32 dan Colt kaliber 45.
BACA JUGA:
Johny dan kawanannya pun berhasil membawa kabur dua kilogram emas. Johny sengaja membawa mobil curian ke kawasan rumah orang kaya – jenderal-jenderal TNI di Kebayoran baru.
“Kebayoran Baru selain tempat tinggal orang-orang kaya juga tempat jenderal-jenderal. Johny berpendapat kalau mereka melarikan diri ke sana, tentara itu tentu akan mengira anak-anak muda yang sedang dikejarnya itu mungkin anak jenderal.”
“Sehingga mereka yang mengejar hatinya akan ciut. Dan lagi, ia akan menduga anak-anak muda itu mungkin pula sedang bentrokan dengan geng lain. Dan mana mungkin perampok menggunakan mobil corolla baru,” tulis Willy A. Hangguman dalam buku Johny Indo: Tobat dan Harapan (1990).
Penjahat Spesialis Toko Emas
Johny Indo memang terhitung penjahat kelas kakap. Namun, ia punya kode etik dalam tiap aksinya. Ia selalu menargetkan toko emas. Perampokan yang dilakukan tak boleh mengganggu wanita. Tidak pula merampok dari orang miskin.
Urusan hasil rampokan pun selalu dibagi rata. Bagiannya selalu dibagi dua: keperluan pribadi dan membantu kaum miskin – ia juga dijuluki Robin Hood. Johny pun selalu memberikan jeda kepada tiap aksi rampoknya.
Ia selalu mampu membaca kapan polisi lengah dan perampokan dapat dimulai kembali. Perampokan emas terus direncanakan. Ia aman-aman saja dari 1977 hingga 1979. Tujuh perampokan telah dilakukan di berbagai sudut Jakarta– sekalipun di pengadilan Johny cuma mau mengakui lima perampokan.
Uniknya polisi belum mendapatkan bocoran siapa otak dari pelaku perampokan. Namun, penjahat juga punya hari sial. Anak buah Johny ada yang ditangkap polisi – bukan saat aksi perampokan. Keterangan lengkap terkait komplotannya dibuka lebar.
Polisi mengincar seluruh kelompok Pacinko. Johny saja yang berhasil lolos. Namun, dalam pelarian Johny tak tenang. Ia kemudian ditangkap polisi pada 1979. Johny divonis 10 tahun penjara. Ia juga dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan.

Johny sempat kabur sekali. Namun, Ia memutuskan tobat dan baru keluar pada 1987. Johny lalu kebanjiran pekerjaan sebagai aktor, termasuk memerankan film yang menceritakan tentang dirinya sendiri pada 1987: Johny Indo: Kisah Nyata Seorang Narapidana. Ia kemudian meninggal dunia pada 20 Januari 2020.
“Dari laporan para korban, polisi mencatat, ada sekitar 16 kg emas yang sudah digasak komplotan Johny. Di pengadilan para penodong mengaku, telah menghabiskan hasil kegiatan mereka untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, di samping tentu saja untuk berfoya-foya. Yang terakhir itu, yang memberatkan hukuman bagi Johny. Jika hasil kejahatannya misalnya untuk membiayai anaknya yang sedang sakit -- lumayanlah. Tapi menurut majelis, kehidupan Johny lebih besar pasak dari tiang."
“Pekerjaan Johny hanya Supir di samping foto model iklan yang belum lagi jadi. Tapi ia bisa menjadi anggota Perbakin (organisasi penembak), yang tak bisa dimasuki sembarang orang, kalau bukan orang kaya. Dari merampas senjata, menguasainya secara gelap dan mempergunakannya itulah Johny dihukum 10 tahun penjara,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Johny Indo: 10 Tahun Kemudian (1979).