Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 10 Mei 2018, Mahathir Mohamad kembali jadi Perdana Menteri (PM) Malaysia. Pelantikannya dilakukan di Istana Negara, Kuala Lumpur. Ia ingin memulihkan penegakan hukum di Malaysia. Apalagi, PM sebelumnya, Najib Razak diketahui terjebak skandal korupsi.

Sebelumnya, Mahathir dikenal sebagai politikus ulung di Malaysia. Jalan politiknya cemerlang. Ia pernah berkuasa sebagai PM Malaysia dari 1981-2003. Kekuasaan selama 22 tahun itu membuatnya kaya pengalaman memimpin Malaysia.

Karier politik Mahathir Mohamad penuh dinamika. Pilihannya masuk Partai Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO) bawa berkah pada 1946. Mahathir yang mulai belajar banyak terkait seluk-beluk politik di Malaysia.

Pucuk di cinta ulam tiba. Ia masuk parlemen pada 1964. Jiwa Mahathir yang menggebu-gebu membuatnya kerap melempar kritik. Utamanya terkait hajat hidup kaum Melayu yang terpinggirkan. Kritikan itu bahkan ia utarakan langsung kepada PM Malaysia Pertama, Tunku Abdul Rahman.

Mahathir Mohamad muda ketika memulai karier politik di Partai UMNO pada 1969. (Twitter/@officialchedet)

Kritikan itu bawa masalah. UMNO ambil sikap dengan mengeluarkan Mahathir karena dianggap bahaya. Namun, Mahathir baru kembali lagi ke UMNO pada 1972. Karier pilitiknya menanjak. Alih-alih hanya parlemen saja, ia sampai diangkat jadi Menteri Pendidikan pada 1974.

PM Malaysia Hussein Onn pun mempercayakan Mahathir sebagai Wakil Perdana Menterinya dari 1976-1981. Mahathir terus tancap gas. Ia lalu mampu jadi Presiden UMNO dan PM Malaysia ke-4 di tahun yang sama pada 1981. Semenjak itu kepemimpinan Mahathir cukup kuat. 

Ia pun mulai mendukung privatisasi BUMN yang menguntungkan kaum Melayu, dari privatisasi sektor telekomunikasi hingga sarana umum. Ia mampu menghadirkan peningkatan ekonomi. Sekalipun, ia dikenal lihai dalam menyingkirkan lawan politiknya.

Pembangunan terbesar Malaysia era Mahathir terjadi dalam rencananya memindahkan Pusat Kekuasaan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Ia menjadikan Malaysia bak memiliki dua Ibu Kota. Kuala Lumpur sebagai Ibu Kota pusat ekonomi. Putrjaya jadi pusat admistrasi pada 1998.

“Kota yang rapi dan terorganisir ini menjadi puncak pencapaian PM Mahathir, sebuah warisan setelah 18 tahun berkuasa. Lokasi kota baru ini memiliki arti penting bagi Mahathir. Beliaulah yang membantu mengubah Malaysia dari negara yang bergantung pada komoditas – minyak sawit, karet, dan timah.”

“Malaysia di bawahnya menjadi negara dengan salah satu perekonomian paling terdiversifikasi dan dinamis di Asia. PM Mahathir juga meresmikan daftar panjang mega proyek: di antaranya Bandara Internasional Kuala Lumpur dan gedung tertinggi di dunia, Menara Petronas,” tulis Thomas Fuller dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul Malaysia Shy About Cost as a Grand New City Arises (1999).

Kiprah Mahathir sebagai PM berakhir pada 2003. Ia pun tak benar-benar menjauh dari politik. Ia menjelma bak mentor bagi PM Malaysia lainnya macam Ahmad Badawi dan Najib Razak. Namun, belakangan ia justru terpanggil kembali jadi PM Malaysia di usia yang cukup tua, 92 tahun.

Korupsi yang merajalela jadi salah satu alasan. Korupsi itu disinyalir melibatkan PM Malaysia, Najib Razak. Mahathir pun didorong barisan oposisi pemerintah, Pakatan Harapan untuk jadi calon PM baru. Ia ingin memberantas korupsi.

Hasilnya gemilang. Gabungan partai dari Pakatan Harapan mampu meraih 113 kursi dari 222 kursi parlemen. Pakatan Harapan pun berhak memimpin pemerintahan baru karena mampu meraih minimum 112 kursi.

Mahathir pun diangkat jadi PM Malaysia kembali, atau PM Malaysia ke-7. Ia pun dilantik secara resmi di Istana Negara, Kuala Lumpur pada 10 Mei 2018. Kemenangan itu disambut dengan suka-cita, sekalipun tak sedikit pula yang meragukan kepemimpinan Mahathir karena Malaysia sudah jauh berubah.

“Ada banyak pekerjaan yang harus kita lakukan besok (menyusun kabinet). Pemimpin tertentu harus tunduk. Kami menemukan bahwa beberapa orang membantu dan bersekongkol dengan perdana menteri yang dikutuk dunia sebagai seorang kleptokrat (Najib Razak),” kata Mahathir saat dilantik sebagaimana dikutip laman The Guardian, 10 Mei 2018.