JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 6 Mei 2018, tokoh masyarakat dan lintas partai mendeklarasikan diri jadi relawan #2019GantiPresiden. Mereka tak ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memimpin Indonesia. Semuanya karena kepemimpinan Jokowi dianggap banyak mudarat, ketimbang manfaat.
Sebelumnya, Jokowi dikenal sebagai politikus yang memiliki karier gemilang. Ia tak pernah kalah dalam kontestasi politik. Ia pernah merasakan hangatnya kursi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden Indonesia.
Jokowi adalah sosok politisi yang tak dapat dianggap remeh. Langkahnya dalam dunia politik kerap mujur. Ia mampu terpilih sebagai Wali Kota Solo dua periode, dari 2005-2012. Kesuksesan itu membuat Jokowi segera mencari tantangan baru.
Jokowi lalu meyakinkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mencalonkannya dapat sebagai Cagub di Pilgub Jakarta 2012. Jokowi pun mampu menjanjikan kemenangan. PDIP terus mendukung Jokowi pada kontestasi politik Pilpres 2014.
Jokowi mampu menang dan menjadi Presiden Indonesia ke-7. Ekspektasi rakyat Indonesia terhadap Jokowi meninggi. Apalagi, Jokowi mencoba memajukan Nawacita. Sebuah program perubahan untuk Indonesia yang dibalut Jokowi.
Isinya begitu indah, ada penegakan HAM, penegakan hukum, dan memperteguh keberagaman. Kepemimpinan Jokowi nyatanya tak melulu diisi optimisme. Sikap Presiden Indonesia periode 2014-2019 itu juga tak luput dari kontroversi.
Pengajuan calon Kapolri bermasalah hingga eksekusi bagi terpidana mati mencoreng wajah pemerintahannya. Jokowi pun dianggap tak mampu menyeret satu pun pelaku pelanggaran HAM berat. Namun, di balik kontroversi Jokowi memiliki keungulan.
Pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Nusantara berlangsung cukup pesat. Upaya itu dianggap sebagai bentuk pemerataan ekonomi. Kondisi itu membuat PDIP kian kepincut oleh Jokowi. Partai berlambang banteng moncong putih itu tanpa keraguan langsung memilih Jokowi untuk kembali menjadi capres dalam kontestasi politik Pilpres 2019.
“Jadi dalam Rakernas III PDI Perjuangan di Bali, Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Hj. Megawati Sukarnoputri dengan menggunakan hak prerogatifnya yang diberikan oleh kongres partai telah menetapkan kembali saya sebagai Calon Presiden 2019-2024.”
“Spirit berdikari inilah yang dipesankan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Hj. Megawati Sukarnoputri, terutama dalam hal pangan, energi, pertahanan, dan keuangan. Itulah yang membuat saya yakin bahwa pemerintahan ke depan akan lebih stabil, lebih efektif karena dukungan partai-partai yang menyatu dengan dukungan rakyat,” ujar Jokowi sebagaimana dikutip laman Sekretariat Kabinet, 24 Februari 2018.
BACA JUGA:
Pencalonan kembali Jokowi sebagai capres nyatanya jadi polemik. Banyak sebagian rakyat merasa pemerintahan Jokowi telah gagal. Kepemimpinan Jokowi justru tak banyak mengubah peta kemiskinan di Indonesia.
Demikian pula dengan isu-isu lainnya macam ragam kebijakan yang justru tak pro rakyat. Kondisi itu membuat sekelompok tokoh masyarakat, politisi, dan rakyat mendeklarasi diri jadi relawan #2019GantiPresiden pada 6 Mei 2018.
Gerakan itu dideklarasi di Pintu Barat Monumen Nasional. #2019GantiPresiden mengecam pencalonan kembali Jokowi sebagai capres. Mereka justru menghendaki wajah baru yang akan menjadi Presiden Indonesia. Sebab, kepemimpinan Jokowi dianggap banyak bawa mudarat, ketimbang manfaat.
Gerakan #2019GantiPresiden hadir untuk membuat banyak orang sadar bahwa Indonesia butuh pemimpin baru. Bukan pemimpin yang hobi pencitraan. Suatu ajian untuk menutupi kegagalannya sebagai pemimpin bangsa.
"Kami relawan nasional 2019 ganti presiden dengan ini menyatakan sikap keprihatinan atas kemiskinan, ketidakadilan, ketidakberpihakan, dan ancaman terhadap kedaulatan serta krisis kepemimpinan yang terjadi saat ini di bumi NKRI," kata penggagas gerakan yang notabene politikus dari Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera sebagaimana dikutip laman Tempo.co, 6 Mei 2018.