Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 20 Mei 2018, politikus Malaysia, Anwar Ibrahim tegaskan reformasi Indonesia jadi pelajaran berharga buat Negeri Jiran. Peralihan dari Orde Baru (Orba) menuju era reformasi dinilai mampu menghasilan demokrasi yang benar dan berhasil.

Sebelumnya, kepemimpinan Soeharto dan Orba membawa angin buruk bagi sistem demokrasi. Kebebabasan berpendapat jadi mimpi di siang bolong. Mereka yang melemparkan kritik, niscaya akan ‘digebuk’ negara.

Kepemimpinan Soeharto dan Orba sempat membawa ekonomi Indonesia bertumbuh. Namun, pertumbuhan ekonomi itu tak ditunjang dengan keberanian pemerintah menerima kritik. Barang siapa yang melempar kritik akan digebuk Orba.

Kondisi itu membuat korupsi kian merajalela. Pejabat negara sibuk dengan urusannya masing-masing. Sedang rakyat jadi penonton. Hajat hidup rakyat Indonesia jadi hal yang sulit ditingkatkan. Masalah muncul kala krisis ekonomi 1997-1998 hadir. Rakyat lagi-lagi jadi korban.

B.J. Habibie dan Anwar Ibrahim. (ANTARA)

Kehidupan mereka kian sengsara dan terdesak. Gelora protes kemudian digulirkan di mana-mana. Rakyat yang terhimpit ekonomi mulai memberanikan diri menyerukan Soeharto mundur. Aksi massa terjadi di mana-mana.

Pemerintah pun berang. Siasat meredam aksi dengan kekerasan kembali digunakan. Siasat itu menelurkan Tragedi Trisakti. Tragedi berdarah itu semakin menegaskan kuasa pemerintah dapat berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat Indonesia.

Masalah itu membuat amarah rakyat meninggi. Kerusuhan 1998 hadir di seantero Jakarta, kemudian luar Jakarta. Soeharto pun kian terdesak dan lengser setelahnya. Kondisi itu membuat Indonesia masuk ke era baru. Era reformasi, namanya.

Era reformasi pun mencoba menawarkan perubahan. Jabatan presiden mulai dibatasi. Kebebasan berpendapat mulai diberi ruang. Penegakan korupsi pun mulai dilakukan.

Presiden Jokowi dan PM Anwar Ibrahim, Senin (09/01/2023), di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar. (Foto: Humas Setkab/Jay)

Bahkan, mantan Presiden Indonesia, Soeharto sampai diseret ke pengadilan dengan indikasi korupsi lewat banyak yayasan. Sederet hal itu membuat optimisme segenap rakyat Indonesia meninggi menyambut era reformasi.

“Tanggal 21 Mei 1998 kemudian menjadi tonggak bahwa Indonesia memasuki sebuah era baru: reformasi. Sebagian tuntutan mahasiswa yang dikenal sebagai ‘Enam Tuntutan Reformasi’ terwujud, meski tertatih-tatih dan tak sekaligus. Misalnya, Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi tatakan hukum bernegara diamendemen. Jabatan presiden dibatasi. Kekuasaan kehakiman betul-betul disapih dari eksekutif. DPR sebagai lembaga wakil rakyat juga jadi bergigi.”

“Presiden dan kepala daerah kini bisa dipilih langsung oleh rakyat. Tentara dan polisi engkang dari parlemen. Masyarakat dan pers pun lebih leluasa bersuara karena kebebasan berpendapat dijamin undang-undang: Yang juga tak boleh dikesampingkan, reformasi melahirkan dua lembaga yang menjadi ikonnya: Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi,” tertulis dalam majalah Tempo berjudul 20 Tahun Setelah Pekik Reformasi! (2018).

Pengalaman Indonesia menuju masa reformasi nyatanya menginspirasi banyak pihak. Pelaksaan demokrasi Indonesia digadang-gadang sebagai bekal berharga. Narasi itu diamani oleh politisi kesohor Malaysia, Anwar Ibrahim.

Mantan Wakil Perdana Menteri (PM) Malaysia era 1993-1998 itu menegaskan reformasi Indonesia jadi pelajaran berharga buat Negeri Jiran pada 20 Mei 2018. Malaysia bisa belajar dan meneliti terkait bagaimana era reformasi memajukan demokrasi Indonesia dan berhasil.

"Pengalaman Indonesia tentang peralihan dari sistem yang lama ke yang baru itu memberikan pelajaran bagi kita. Pengalaman Indonesia terkait transformasi dari sistem lama ke yang baru itu mampu mengajak semua masyarakat. Peralihan dari sistem yang lama kepada sistem yang lebih demokrasi itu benar dan berhasil."

"Pembentukan institusi-institusi di awal reformasi itu harus kita pelajari. Namun di Malaysia institusi itu tidak separah seperti apa yang di Orde Baru maupun Orde Lama. Itu perlu kita teliti baik yang sukses maupun tidak baik agar kita tidak mengulangi kelemahan atau kegagalan. Misalnya, permasalahan korupsi, kesenjangan dan kemiskinan," kata Anwar Ibrahim di kediaman Mantan Presiden Indonesia ke-3, B.J. Habibie dikutip laman ANTARA, 20 Mei 2018.