Ernest Douwes Dekker, Pejuang Kemerdekaan yang Ternyata Pelatih Anjing Andal
Potret Tiga Serangkai Soewardi Soerjaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan tjipto Mangoenkoesoemo. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Gebrakan dan kritik Ernest Douwes Dekker kerap membuat penjajah Belanda ketakutan. Narasi itu membuatnya diasingkan ke Negeri Kincir Angin. Sekalipun ia tak pernah kapok melanggengkan kritik terhadap Belanda.

Kepulangannya ke Nusantara pun disambut dengan gegap gempita. Namun, pria yang akrab disapai DD tak langsung menceburkan dirinya ke pergerakan. DD menikmati waktunya untuk bersenang-senangnya terlebih dahulu. Ia  memutuskan melanggengkan hobinya sebagai pelatih anjing.

Ernest Douwes Dekker adalah pejuang kemerdekaan sejati. Ia adalah sosok yang mengajak dua orang alumni Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra (STOVIA), Tijpto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (kemudian dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara) melakukan gebrakan besar.

Ketiga membentuk Indische Partij (Partai Hindia) pada 1912. Suatu Partai yang menyatukan ragam suku bangsa untuk menentang kekuasaan Belanda. Ketiganya lalu dijuluki sebagai Tiga Serangkai. Mereka kerap melemparkan kritik terhadap Belanda dalam berbagai kesempatan.

Utamanya lewat corong surat kabar De Expres. Keberanian itu kemudian harus dibayar mahal dengan hukuman penjara dan pengasingan Tiga Serangkai ke Belanda. Pengasingan itu tak membuat DD tobat memperjuangkan nasib kaum bumiputra.

Keluarga Ernest Douwes Dekker dan anjing mereka yang bernama Waspada di rumah Cipaganti, Bandung pada 1950. (Pinterest)

Ia justru bergerak membawa pesan Indonesia merdeka di Negeri Kincir Angin. Sekalipun pada saat ia kembali ke Nusantara pada 1924 daya kritis itu sedikit dikurangi. DD ingin coba bersantai terlebih dahulu.

Jalur-jalur radikal untuk berjuang coba dihindari. Ia memilih pendidikan sebagai ajiannya melawan penjajahan dan juga kebodohan. Ia membangun yayasan pendidikan bersama istrinya, Johanna Patronella Mossel.

Yayasan Ksatrian (lebih dikenal dengan Ksatrian Instituut), namanya. DD kemudian memilih guru-guru terampil untuk mendidik kaum bumiputra, orang China, dan Indo Belanda. Bahkan, ia memilih Soekarno sebagai guru. Semua itu karena DD yakin Soekarno dapat menanamkan kesadaran kemerdekaan kepada murid-murid Ksatrian Instituut.

“Aku sudah tidak mempunyai harapan sama sekali untuk memperoleh kedua‐duanya ini ketika aku mendengar lowongan di sekolah Yayasan Ksatrian yang diselenggarakan oleh pemimpin kebangsaan Dr. Setiabudi (Ernest Douwes Dekker). Mereka mencari seorang guru yang akan mengajar dalam dua mata pelajaran. Yang pertama adalah sejarah, untuk mana aku sangat berhasrat besar.”

“Mata pelajaran yang lain? Ilmu pasti! Dan dalam segala segi‐seginya lagi! Jadi sebagaimana telah kutegaskan dengan segala kejujuran yang pahit, kalau ada mata pelajaran yang sama sekali tidak bisa kuatasi, maka itulah dia ilmu pasti. Akan tetapi aku tidak mempunyai pilihan lain,” terang Bung Karno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2007).

Piawai Latih Anjing Herder

DD menjalani kehidupan dengan baik sebagai guru. Namun, kegiatan DD tak melulu disibukkan dengan aktivitas mengajar saja. Ia memilih kegiatan lain yang menyenangkan. Ia memutuskan pilihannya untuk jadi peternak sekaligus pelatih anjing herder.

Kegiatan itu dilanggengkan oleh DD karena ia menyukai anjing. Baginya, anjing adalah sahabat manusia. Saban hari digunakan DD untuk melatih anjingnya piawai dalam banyak hal. Berhitung, apalagi.

Ketekunan DD melatih anjing pun mendapat sambutan positif di mana-mana. Asosiasi Anjing Gembala Jerman Hindia, Indische Schaaperdershond Vereeniging (ISV) tempat ia bernaung sebagai sekretaris  jadi yang paling utama.

Asosiasi itu menganggap metode pelatihan anjing herder yang dikembang Ernest terbukti jitu. Sebab, pria yang kemudian dikenal sebagai Danudirja Setiabudi mengembangkan metode demiliterisasi dalam melatih anjing. Pelatihan anjing tak harus mencekam ala militer, katanya.

Langkah itu supaya anjing dapat kembali ke karakter aslinya: berlari, menyerang, dan menangkap dengan anggun. Contoh kesuksesan metode pelatihan DD telah hadir lewat anjing herder peliharaannya sendiri, Achim von Postdam, Greta von Utrecht, dan Braco.

Max von Stephanitz (berdiri kedua dari kanan), penemu ras anjing gembala Jerman atau herder pada 1889. (Pinterest)

Ketiga anjingnya kemudian jadi langganan juara tiap kali ada perlombaan. Karenanya, reputasi Ernest sebagai pelatih anjing kawakan tak terbantahkan.    

“Duduk di bangku sambil menjulurkan lidahnya, Achim von Postdam memandangi papan tulis. Tak lama berselang, ia menggonggong 13 kali ke arah tuannya. Anjing herder itu menjawab pertanyaan berhitung: 19-6. Sang majikan, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, gembira sekaligus bangga. Sebaliknya, Sekretaris Asosiasi Anjing Gembala Jerman Hindia ISV, P.Ph.P. Westerloo kecut wajahnya lantaran harus kehilangan uang 1.000 gulden.”

“Ernest menang taruhan. Peristiwa pada 15 Juni 1926 itu membuktikan DD-begitu Douwes Dekker biasa disapa-- piawai melatih anjing. Komunitas dan lomba ketangkasan anjing ras sedang menjamur di Hindia pada 1920-an. Perlombaan pertama digelar di Malang, Jawa Timur. Tiga peliharaan DD, yakni Achim, Greta von Utrecht, serta Braco, sering menjadi juara dan mengharumkan nama tempat pembiakan Kreshna en Indra Kennels,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Achim Tak Perlu Latihan Militer (2012).