Penguasa Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono II Diasingkan ke Pulau Penang dalam Sejarah Hari Ini, 12 Juli 1812
Sri Sultan Hamengkubuwono II (Sultan Sepuh) yang diasingkan Thomas Stamford Raffles ke Pulau Penang. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 211 tahun yang lalu, 12 Juli 1812, Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles mengasingkan penguasa Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono II (Sultan Sepuh) ke Pulau Penang (kini: Negara Bagian Malaysia). Pengasingan Sultan Sepuh itu atas rekomendasi langsung atasan Raffles, Lord Minto.

Sebelumnya, Sultan Sepuh tak pernah sudi bekerja sama dengan pemerintah kolonial di bawah komando Inggris. Raffles beserta jajarannya dianggap remeh. Puncaknya, Raffles naik pitam dan perang dengan Sultan Sepuh tak terhindarkan.

Inggris pernah memiliki keinginan menguasai Nusantara. Mereka menganggap Nusantara mampu menjanjikan keuntungan yang melimpah. Opsi mencaplok kekuasaan penjajah Belanda pun muncul.

Sekalipun keinginan itu baru terwujud ketika Inggris mengutus Thomas Stamford Raffles ke Nusantara pada 1811. Penjajah Belanda dibuat Inggris lari morat-morat. Raffles pun menjelma sebagai penguasa baru Hindia Belanda.

Ia diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal. Pemilihan Raffles dilanggengkan sebagai representasi kuasa Inggris di Nusantara. Kepercayaan itu dibayar Raffles dengan kepemimpinan yang cakap. Ia jadi figur yang tegas.

Sir Thomas Stamford Raffles. (Wikimedia Commons)

Ketegasan itu terlihat ketika Raffles meminta seluruh penguasa yang ada di Jawa tunduk kepadanya. Tanpa terkecuali. Barang siapa yang menolak Raffles sebagai pemimpin baru di Pulau Jawa akan diperangi. Ambil contoh kepada penguasa Yogyakarta, Sultan Sepuh yang tak mau tunduk dengannya.

Raffles pun mendatanginya. Alih-alih mendapatkan sambutan, Raffles justru dipermainkan. Letak tempat duduk Raffles justru lebih rendah dari tempat Sultan Sepuh. Masalah-masalah lainnya kemudian makin memperpanas keadaan. Raffles pun murka.

Ia menganggap Sultan Sepuh memandangnya sebagai pemimpin yang rendah. Alhasil, Raffles kemudian mengumandangkan perang kepada Sultan Sepuh pada Juni 1812.

Penyerangan itu membuat seisi Yogyakarta, utamanya tempat tinggal raja diobrak-abrik. Sultan Sepuh pun menyerah dan tak kuasa menahan laju pasukan Inggris yang unggul senjata dan strategi.

“Tanpa menghiraukan status raja, Sultan Sepuh adalah seorang ayah dan kakak laki-laki; bagi orang Jawa ningrat, bersimpuh kepada orang semacam itu adalah penting. Namun, Raffles – yang mengawasi Putra Mahkota dengan cermat – sangat tidak menyukai tindakan tersebut.”

Pertunjukan wayang orang lakon Jaya Semadi di Keraton Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda. (Kassian Cephas/Photography in the Service of The Sultan/KITLV

“Dia berteriak marah kepada kedua pangeran segara setelah dia melihat mereka bergerak. Mereka terdiam, setengah bangkit dari kursi, menatap dengan rasa bingung terkejut dengan perintah bahasa Melayu yang kasar dari Raffles. Raffles memerintahkan mereka untuk tetap duduk; tidak ada lagi yang akan menunjukkan rasa hormat kepada Sultan,” terang Tim Hannigan dalam buku Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa (2016).

Peristiwa yang kemudian dikenang sebagai Geger Sepoy itu dianggap penanda kebesaran Raffles. Empunya kuasa ingin menegaskan bahwa tidak ada orang yang memiliki kuasa besar di Nusantara selain seorang Raffles.

Sultan Sepuh pun ditahan. Raffles kemudian meminta pertimbangan atasannya, Lord Minto untuk mengasingkan Sultan Sepuh. Lord Minto pun memberikan instruksi kepada Raffles untuk mengasingkan Sultan Sepuh ke luar Pulau Jawa. Pulau yang dipilih adalah Pulau Penang.

Keputusan itu dikeluarkan pada 12 Juli 1812. Pengasingan itu sengaja dilakukan supaya Sultan Sepuh jauh dari kerabatnya. Pun juga supaya pengaruh Sultan Sepuh tak dapat menyebar dan mengganggu eksistensi kuasa Inggris di Nusantara.

“Pada 12 Juli 1812 insruksi Lord Minto diterima dan kemudian Sultan Sepuh dipindahkan untuk diasingkan ke Pulau Penang. Dalam lampiran surat itu juga disebutkan adanya surat dari Residen Penang Mayor Farquhar yang pada prinsipnya Pulau Penang tidak keberatan dijadikan sebagai tempat pengasingan.”

“Farquhar juga menyatakan kesanggupannya untuk menanggung semua anggaran yang dibebankan kepada dirinya selama pengasingan Sultan Sepuh di sana. Setelah segala sesuatu yang menyangkut tawanan sudah beres maka Raffles memutuskan untuk mengirim Sultan Sepuh ke Pulau Penang,” ungkap Lilik Suharmaji dalam buku Geger Sepoy: Sejarah Kelam Perseteruan Inggris dengan Keraton Yogyakarta 1812-1815 (2020).