JAKARTA - Memori hari ini, 12 tahun yang lalu, 13 Juli 2011, narasi kebangkitan komedi tunggal (stand up comedy) Indonesia muncul permukaan. Ernest Prakasa, Ryan Adriandhy, Raditya Dika, Isman H.S, dan Pandji Pragiwaksono ada di baliknya.
Semuanya bermuara kepada pertunjukkan komedi tunggal di Comedy Cafe Kemang, Jakarta Selatan. Pertunjukkan yang kemudian direkam itu menghebohkan seisi Nusantara dan melahirkan Komunitas Stand Up Indo. Sebelumnya, komedi tunggal bukan barang baru. Komedi tunggal sempat populer di era 1980-an.
Komedi tunggal atau yang biasa disingkat komtung kerap menghiasi dunia hiburan tanah air. Banyak nama-nama komedian besar lahir lewat komtung, atau paling tidak komtung pernah menjadi salah satu pijakan karier dalam menjadi komedian.
Eksistensi komtung pun tak bisa dianggap remeh. Medium pementasannya tak terbatas. Dari hajatan (kawinan dan khitanan), lomba, radio, hingga televisi. Barang siapa yang ingin mengasah bakat tinggal dengan bebas memilih medium itu dengan mengasah materi komedi yang tepat.
Narasi itu membuat komtung jadi salah satu format komedi yang sukar ditaklukkan. Namun, bukan berarti tak dapat ditaklukkan. Komtung dapat ditaklukkan dengan kebiasaan mengasah materi tiap ada kesempatan.
Geliat peminat komtung mulai meningkat kala masuk era 1980-an. Komtung banyak dijadikan komedian amatir untuk mengasah bakatnya di dunia komedi. Mereka bersedia bahkan menawarkan diri untuk menjadi pembawa acara hajatan – nikahan atau khitanan—tanpa dibayar.
Ajian itu banyak membawa keberhasilan. Namun, tak semua pelawak 'panggungnya' bermula dari hajatan atau lomba. Warkop Prambors, kemudian dikenal Warkop DKI, misalnya. Grup lawak yang digawangi Dono, Kasino, Indro, Rudi Badil, dan Nanu justru muncul lewat acara radio.
Kehebatan mereka secara individu tak perlu diragukan. Mereka dapat memainkan ragam karakter dalam satu waktu. Kehebatan itu membuat bakat komtung Warkop DKI makin terasah. Mereka kemudian banyak diundang mengisi pertunjukan Komtung.
“Kalau dingat-ingat lagi, saat grup Warkop hadir di arena bisnis hiburan berbarengan dengan main film dan rekaman kaset komedi, rasanya tahun1980-an pasar sudah ramai dengan jenis media hiburan macam Warkop.”
“Sebab, selain adanya warung-warung lawakan lainnya, di Jakarta juga sudah hadir industri lawak grup Srimulat dari Surabaya dan Solo. Malah grup lawak sepantaran Warung Kopi juga tampil dan ada penggemarnya. Dono, Kasino, Indro sadar bahwa gaya entertainment Warkop sudah telanjur dianggap bercanda intelek, juga mampu mempersembahkan musik segar kocak dan rada merdu,” terang Rudi Badil dalam buku Warkop: Main-Main Jadi Bukan Main (2010).
Setelahnya, perjalanan komtung merebut dunia hiburan tak mudah. Format komtung harus bersaing keras dengan format grup lawak yang kesohor. Alhasil, nasib Komtung tak jelas juntrungannya. Sekalipun ada upaya untuk membangkitkan komtung.
Semuanya berubah ketika lima orang anak muda menggelar pertunjukan komtung yang populer disebut stand up comedy di Comedy Cafe, Kemang, Jakarta Selatan pada 13 Juli 2011. Kelimanya adalah Ernest Prakasa, Ryan Adriandhy, Raditya Dika, Isman H.S., dan Pandji Pragiwaksono.
Acara itu disambut dengan gegap gempita. Ratusan orang yang datang merasa terhibur dan yang dirumah ikutan terhibur karena rekaman acara muncul di salah satu platform berbagai video.
BACA JUGA:
Karenanya, acara hari itu dianggap sebagai hari kelahiran komunitas Stand Up Indo. Suatu komunitas yang menaungi para komedian Komtung (biasa disebut Komika) untuk mengembangkan bakatnya. Pun Komunitas itu makin besar dan bermunculan di kota-kota besar. Viva La Komtung pun dijadikan sebagai slogannya.
“13 Juli 2011, sejarah dimulai di Kemang, Jakarta Selatan. Lima anak muda menggelar pertunjukan stand up comedy di sebuah kafe. Tadinya, tiga dari mereka bermaksud tampil dalam sesi open mic -- sesi melatih materi untuk stand up comedy alias sesi amatir tanpa dibayar, alias sesi siapa pun yang ingin mencoba silakan tampil-- karena mereka jadi finalis kompetisi perlombaan stand up comedy yang digelar sebuah stasiun TV.”
“Tanpa dinyana, lebih dari seratus orang berdatangan ke kafe yang sebenarnya hanya bisa menampung puluhan orang. Akibatnya, banyak orang hingga memadati parkiran. Ini karena dua dari lima anak muda yang punya inisiatif itu adalah selebtwit alias punya banyak Follower di Twitter. Rasa penasaran para Follower mereka akhirnya membuat orang tumpah ruah ke kafe itu, demi menyaksikan format stand up comedy dari orang Indonesia,” terang Soleh Solihun dalam buku Kastana Taklukkan Jakarta (2013).