Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 12 tahun yang lalu, 8 Februari 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan Monumen Gong Perdamaian Nusantara di Taman Nostalgia, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Peresmian itu ditandai dengan suara gong yang ditabuh SBY sebanyak tiga kali.

Sebelumnya, kominten SBY menjaga keberagamaan dan perdamaian umat beragama tak diragukan. Usahanya jadi pemimpin bagi semua golongan tiada dua. Apalagi SBY meyakini keberagaman adalah kekuatan sesungguhnya Indonesia.

Tiap pemimpin Indonesia memiliki pekerjaan rumah besar dalam menjaga keberagaman. Tantangan itu membuat sosok pemimpin harus berani berdiri membela semua golongan tanpa pandang bulu. Itulah yang kemudian diamini oleh Presiden SBY kala menjabat.

Ia menginginkan keberagaman menjelma sebagai kekuatan Indonesia yang sebenarnya. Pun kekuatan itu mampu membuat Indonesia lepas dari segala macam agenda perpecahan. SBY berusaha hadir membela semua golongan. Dari kaum mayoritas hingga minoritas.

Keseriusan SBY mendukung keberagaman terlihat kala ia membela etnis China. Ia turut memikirkan hajat hidup orang China yang kerap dianggap ‘anak tiri’ di Indonesia. Ia tak ingin diskriminasi terhadap orang China terus berlangsung. SBY pasang badan untuk itu.

Detail tulisan dan gambar yan ada pada Gong Perdamaian Nusantara di Kupang, NTT. (Antara) 

Lebih lagi, SBY kerap menggaungkan semangat keberagaman dan toleransi tiap ada kesempatan. Pada hajatan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia ke-65 pada 2010, misalnya. SBY mengimbau rakyat Indonesia untuk terus berlindung dalam falsafah hidup rukun dalam kemajemukan.

“Pada kesempatan yang baik ini, masih dalam kaitan membangun kehidupan yang demokratis dan berkeadilan, saya ingin menggarisbawahi perlunya kita terus menjaga dan memperkuat persaudaraan, kerukunan dan toleransi kita sebagai bangsa. Dalam kehidupan sehari-hari, kita masih menjumpai kasus-kasus yang tidak mencerminkan kerukunan, toleransi dan sikap saling menghormati di antara komponen masyarakat kita yang berbeda dalam identitas, baik yang menyangkut agama, etnis, suku dan kedaerahan.”

“Keadaan demikian tidak boleh kita biarkan. Kita ingin setiap warga negara dapat menjalani kehidupannya secara tenteram dan damai, sesuai dengan hak yang dimilikinya. Inilah sesungguhnya falsafah "hidup rukun dan damai dalam kemajemukan". Inilah sesungguhnya makna utuh dari Bhinneka Tunggal Ika yang kita anut dan jalankan,” ungkap SBY dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus 2010 di Gedung DPR/MPR sebagaimana dikutip laman Sekretariat Negara.

Komitmen menjaga kerukunan terus disuarakan SBY dalam tiap kesempatan. Ia kemudian mendukung penuh kehadiran Monumen Gong Perdamaian. Ia bahkan datang dalam peresmian Gong Perdamaian di Kupang, NTT, pada 8 Februari 2011.

SBY pun meresmikan Gong Perdamaian yang berada di Taman Nostalgia secara simbolis dnegan menabuh gong sebanyak tiga kali. Dalam acara itu hadir pula Walikota Kupang, Daniel Adoe dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring.

Monumen Gong Perdamaian Nusantara di Kupang, NTT yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Februari 2011. (Indonesia Kaya)

Kehadiran Monumen itu dianggap cukup tepat di Kupang. Sebab, Kupang memiliki ragam etnis dan mampu hidup berdampingan dengan damai. Ia ingin Kupang menjadi contoh paripurna dari hidup saling menghargai dan penuh toleransi antara suku, ras, dan agama. SBY pun meminta seluruh pemuka agama di Kupang untuk terus menyebarkan semangat keberagaman dan saling menghargai.

“Mohon doa dari tokoh dan pemuka agama agar diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa,” tutup Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagaimana dikutip laman Antara, 8 Februari 2011.