Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 13 tahun yang lalu, 8 Maret 2011, Universitas Pelita Harapan (UPH) memberikan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) bidang hukum kepada Presiden Filipina, Benigno Aquino III. Gelar itu diberikan karena kepemimpinan Noynoy dianggap punya kontribusi besar bagi Filipina dan ASEAN.

Sebelumnya, hubungan persahabatan antara Indonesia dan Filipina berlangsung harmonis. Keaktifan Indonesia-Filipina dalam ASEAN dan serangkaian kerja sama jadi muaranya.

Benigno Aquino Sr dan Corazon Aquino adalah pasangan pejuang demokrasi di Filipina. Keduanya mampu menunjukkan bahwa rezim diktator Ferdinand Marcos Sr era 1965-1986 dapat dilawan. Hasilnya gemilang. Perlawanan itu membuatkan hasil. Sekalipun Benigno Aquino terbunuh.

Kondisi itu membuat istrinya dapat kepercayaan melaju sebagai presiden Filipina era 1986-1992. Kepemimpinannya mengundang pujian. Jasa Cory pun tak dilupakan walau ia telah tiada pada 2009. Karisma kepemimpinan Cory kemudian menular kepada anaknya, Benigno Aquino III.

Presiden Filipina Benigno S.Aquino III (tengah) ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa dari rektor Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr.Jonathan L. Parapak,M.Eng.Sc (kanan) di Kampus UPH, Karawaci, Tangerang, Banten, Selasa (8/3/2011). (Antara/Muhammad Deffa/ss/Spt/11)

Pria yang akrab disapa Noynoy mampu jadi orang nomor satu Filipina sedari 2010. Ia melanjut tren demokrasi di Filipina. Ia mampu membuat perekonomian stabil. Pun ia muncul sebagai sosok yang melabeli dirinya sebagai sosok anti korupsi. Gelora itu membuat seisi Filipina mendukungnya.

Kepemimpinan Noynoy yang cakap tak hanya dilihat dari caranya membangun Filipina. Ia juga cakap dalam melakukan politik luar negeri. Noynoy mampu bersahabat dengan banyak negara ASEAN. Indonesia, apalagi.

Kerja sama itu mencangkup urusan keamanan, pembangunan, dan ekonomi. Noynoy pun pandai dalam menjaga hubungan. Narasi itu dihadirkan dengan kunjungannya ke Indonesia pada awal tahun 2011. Ia bertemu dijamu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka pada 8 maret 2011.

Pertemuan itu secara khusus membahas terkait urusan ketenagakerjaan. Khususnya, perlindungan pekerja migran di masing-masing negara. Kedua negara ingin memberikan rasa aman dan nyaman kepada pekerja migran di masing-masing negara.

Presiden Filipina, Benigno Aquino III bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (Antara)

"Dalam pertemuan ini kami juga sepakat meningkatkan kerja sama di bidang ketenagakerjaan. Ingat TKI dan tenaga kerja Filipina yang dikirimkan ke luar negeri besar. Kita ingin ada kerja sama yang baik.”

“Termasuk berbagi pengalaman, berbagi best practices (praktik terbaik) dengan demikian tenaga kerja kedua negara mendapatkan proteksi dan kebaikan di negara-negara dimana mereka bekerja," ujar Presiden SBY sebagaimana dikutip Antara, 8 Maret 2011.

Kedatangannya ke Indonesia pun tak hanya diisi dengan agenda politik belaka. Noynoy juga dijadwalkan untuk mendapatkan gelar Dokter Kehormatan (Honoris Causa) bidang hukum dari UPH pada hari yang sama, alias pada tanggal 8 Maret 2011.

Gelar itu diberikan karena prestasi Noynoy membangun Filipina dan aktif berkontribusi di ASEAN. Noynoy pun turut memberikan kuliah umum terkait pengalamanannya menjaga demokrasi. Ia beranggapan demokrasi adalah jalan untuk menghadirkan kesetaraan dan kesejahteraan bagi seisi negara.

“Terkait dengan penganugerahan gelar doktor, Rekor UPH, Jonathan L. Parapak mengatakan gelar ini diberikan kepada Presiden Aquino karena ia telah melakukan banyak hal yang membantu kemajuan dan kesejahteraan di Filipina. Dalam pidatonya, Parapak mengatakan selama masa kerjanya di Dewan Perwakilan dan Senat, Presiden Aquino tanpa mengenal lelah bekerja untuk meningkatkan kualitas hidup para warga Filipina.”

“Kepedulian itu melalui legalisasi penting yang melindungi hak para pekerja, memperbaiki pendidikan, memperkuat dan merancang undang-undang, mengatur kebutuhan, melindungi lingkungan dan menciptakan peraturan untuk pengawasan dana pengeluaran pemerintah. Beliau juga memfokuskan perhatiannya untuk merancang uang kertas serta resolusi untuk menghilangkan korupsi dan mereformasi kekuatan eksekutif,” tertulis dalam laporan laman Universitas Pelita Harapan, 8 Maret 2011.