Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 6 Maret 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjanjikan tidak akan melakukan impor beras. Ia menyebut impor beras adalah tindakan kurang bijak karena luas sawah yang ada di Indonesia cukup luas.

Sebelumnya, kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengurus pangan kerap mendapatkan kritik. SBY dianggap sering impor pangan. Siasat itu digunakannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Segala macam kebutuhan pangan dapat diproduksi untuk mencukupi seisi Nusantara. Namun, fakta di lapangan tak selalu begitu. Indonesia kerap melakukan kebijakan impor pangan –beras utamanya—untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Jika dilirik lebih jauh masalahnya mendalam. Pertama, tanaman pangan Indonesia sering dihantui oleh gagal panen. Kedua, luas lahan pertanian yang kian sempit. Ketiga, kebijakan pemerintah yang justru memihak pengusaha impor, banding kaum tani.

Presiden Jokowi blusukan ke sawah. (Sekretariet Kabinet RI)petani.

Sederet masalah itu seraya hadir dalam pemerintahan Presiden SBY. Empunya kuasa dianggap gemar melakukan kebijakan impor beras. Demi memenuhi ketersediaan pangan, katanya. Kegiatan itu mendapatkan kritik dari sana-sini.

Kritikan banyak merujuk kepada pemerintah yang justru aktif menggembar-gembor keberhasilan swasembada pangan. Gembar-gembor itu begitu menampar wajah negara. Sebab, realitanya Indonesia justru mengimpor hampir semua produk pangan, dari beras hingga kedelai.

Kondisi itu berlangsung dari awal pemerintahan SBY pada 2004-2014. Artinya, selama itu pemerintah tak mampu meningkatkan produksi pangan nasional. Pun pemerintah dianggap tak serius memajukan pangan nasional.

“Indonesia menjadi negara yang pangannya bergantung pada impor. Selain beras, kebutuhan kedelai harus diimpor. Jadi hampir 70 persennya kita impor. Jadi sebagian besar produk pangan untuk kita didatangkan melalui impor," kata aktivis Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Kebijakan Luar Negeri (ICFP), Khoirun Nikmah sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 13 Oktober 2014.

Kabulog, Budi Waseso dan Mendag Zulkifli Hasan meninjau pembokaran perdana kedatangan beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok pada 16 Desember 2022. (bulog.co.id)

Kebijakan impor yang dilakukan SBY mengundang kritik dari penerusnya, Jokowi. Presiden Indonesia yang baru itu menyebut langkah impor beras harus dihilangkan. Ia menginginkan Indonesia harus dapat mandiri. Apalagi, lahan pertanian – sawah— di Indonesia luas bukan main.

Jokowi menilai ada keanehan jika Indonesia akan terus impor. Orang nomor satu Indonesia itu tak ingin kebijakan itu terus belanjut. Jokowi dengan tegas menyebut tidak akan lagi melakukan impor beras pada 6 Maret 2015.

Jokowi pun berpesan kepada petani untuk terus semangat memproduksi beras. Sekalipun kemudian pemerintahan Jokowi tak jauh berbeda. Indonesia tetap saja doyan impor beras untuk kebutuhan pangan nasional.

“Kita semuanya tidak usah impor beras lagi. Wong sawahe ombo ne ra umum (punya sawah luasnya tidak umum), kok impor, opo ora isin? Isin mboten? Lha wong negoro lio sawahe ora ombo ora okeh malah ngirim (apa tidak malu? Malu tidak? Lha negara lain yang sawahnya lebih kecil malah kirim) berasnya ke Indonesia.”

“Semua penduduk kan butuh makan. Oleh sebab itu, sekali lagi saya harapkan, semangat nanam, memelihara, dan panen dengan mesin panen yang ada itu sehingga hasilnya produksinya bisa meningkat,” kata Presiden Jokowi saat berkunjung ke Desa Jetis, Ponorogo, Jawa Timur sebagaimana dikutip laman Sekretariat Kabinet, 6 Maret 2015.