Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 26 Februari 2015, Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mendesak penegak hukum untuk memenjarakan mafia pupuk. Keinginan itu hadir karena Andi melihat banyak pupuk bersubsidi yang justru langka dan mahal di pasaran.

Sebelumnya, urusan mahalnya pupuk kerap memunculkan efek domino. Harga pupuk yang mahal dapat berimbas kepada harga beras yang mahal. Kondisi itu membuat petani jadi korban utama. Kehidupan mereka kian sulit, bahkan banyak terlilit utang.

Tak sedikit rakyat Indonesia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Profesi itu memiliki memiliki urgensi tinggi. Mereka menggarap sawah-sawah untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok, keluarganya maupun rakyat kebanyakan.

Narasi itu membuat kehadiran petani kian penting dalam kehidupan di masa depan. Namun, kondisi itu berbanding terbalik dengan kehidupan petani. Mereka banyak yang hidup nelangsa. Pendapatan dari pertanian kadang kala tak membuat mereka hidup sejahtera.

Pupuk yang peredarannya masih banyak diatur oleh sindikat semacam mafia. (Antara/Adeng Bustomi)

Pertanian tradisional hingga kondisi alam yang tak menentu jadi musababnya. Belumnya kala pemerintah mulai melakukan kebijakan impor beras dari negara lain. Semuanya untuk memenuhi beras nasional. Imbasnya keberlangsungan kehidupan petani jadi terganggu.

Masalah itu kian parah kala pupuk bersubsidi kian langka dan mahal di pasaran. Kenaikkan harga pupuk itu membuat petani merana. utang petani di mana-mana. Padahal, kehadiran pupuk murah jadi penentu hasil panen petani.

Ambil contoh di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu pada 2014. Alokasi pupuk subsidi menurun tiap tahunnya. Penuruan kuota itu diamini oleh pejabat setempat. Kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi pun membuat petani terpaksa mengakses pupuk yang tak bersubdisi berharga mahal.

Kondisi itu membuat harga beras di pasaran meningkat tajam. Alhasil, segenap rakyat dan petani jadi korban.

Sawah-sawah yang notabene jadi tumpuan hidup petani Indonesia. (Antara)

"Harapannya pupuk ini bisa didapatkan dengan mudah, karena selama ini kalau harganya naik biasanya petani akan kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ini dan terpaksa menggunakan pupuk non subsidi dengan harga yang mahal," petani sayuran di Desa Pelalo, Kecamatan Sindang Kelingi, Rejang Lebong, Bengkulu, Yanto sebagaimana dikutip laman Antara, 3 Maret 2014.

Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) tak menutup mata akan hal itu. Empunya kuasa melihat ada permainan besar dari para mafia terhadap kelangkaan dan mahalnya harga pupuk.

Kondisi itu coba ditanggulangi Mentan, Andi Amran Sulaiman. Ia ingin memberantas mafia pupuk. Ia meminta seluruh penegak hukum segera mendalami mafia pupuk. Ia ingin seluruh mafia pupuk di tangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Apalagi, mafia pupuk itu dianggap sebagai kaum pengkhianat petani.

Narasi itu diungkap Andi usai panen raya padi di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, pada 26 Februari 2015. Keinginan itu semata-semata sebagai bentuk dukungan kepada petani Indonesia supaya dapat sejahtera.

"Siapa pun dan apa pun jabatannya, yang mengkhianati petani harus ditindak tegas. Sebab, indikasi adanya mafia komoditas pangan dan pupuk ini cukup besar, bahkan indikasi itu benar adanya. Kalau memang benar adanya, maka harus ditindak tegas.”

"Ada 20 orang yang sudah tertangkap terkait masalah pupuk ini. Di Jawa Timur ada 6 orang yang diamankan terkait dengan pupuk ini," ujar Andi sebagaimana dikutip laman Antara, 26 Februari 2015.