Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 26 tahun yang lalu, 23 Februari 1998, Osama bin laden mengeluarkan fatwa fenomenal dalam rangka melawan Amerika Serikat (AS). Pendiri al-Qaeda itu mengimbau umat Muslim di seluruh dunia mengangkat senjata melawan Negeri Paman Sam.

Sebelumnya, kebencian Osama terhadap AS telah memuncak. Aksi AS yang kerap ikut campur dalam banyak perang jadi musabab. Osama menilai AS menggunakan senjata mematikan untuk memukul mundur lawannya, utamanya umat Muslim.

Tiada yang menyangkal status AS sebagai negara adidaya. Negeri Paman Sam itu dikenal sebagai salah satu negara perkasa di dunia. Barang siapa yang mencoba melawannya, niscaya akan dekat dengan kekalahan.

Osama mempercayai hal itu. Namun, status adidaya membuat Osama melihat AS bak penjahat perang. Atau dalam bahasa Osama sebagai bangsa teroris sesungguhnya. Narasi itu diungkap Osama bukan pepesan kosong belaka.

Osama bin Laden diburu AS dan kepalanya dihargai mahal. (Wikimedia Commons)

Laku hidup pemimpin AS yang doyan perang jadi musabab. Pun tak sedikit pula AS ikut campur dalam politik luar negeri negara lain untuk memaksa niatannya. Aksi AS pun terpaksa dibayar mahal oleh banyak negara. Nyawa berjatuhan, penghancuran muncul di mana-mana.

Kebiadaban itu tambah parah lagi karena mereka yang banyak jadi korban adalah kaum wanita dan anak-anak. Kebencian Osama kian meningkat kala AS menjelma bak pelindung Israel. AS siap sedia dalam mendukung segala macam agresi militer Israel kepada rakyat Palestina.

Sebuah tindakan yang dianggap dunia sudah jauh dari peri kemanusiaan. Israel seraya melakukan pembantaian yang membuat nyawa orang tak berdosa melayang. Kematian rakyat Palestina adala bukti bahwa satu-satunya dipedulikan AS adalah keuntungan.

Urusan banyak nyawa tak bersalah hilang lain soal. Sederet narasi itu membuat pendiri jaringan teroris al-Qaeda bergerak melawan dominasi AS. Nyali itu adalah bentuk dari sikap perlawanannya melawan teroris sesunggu sesungguhnya di dunia: AS.

Tempat persembunyian terakhir Osama bin Laden di Abottabad, Pakistan sebelum dia terbunuh dalam serangan pasukan khusus Amerika Serikat, Navy SEALS pada 2 Mei 2011. (Wikimedia Commons)

“Sejarah AS tidak membedakan antara warga sipil dan militer, bahkan perempuan dan anak-anak. Mereka menggunakan bom atom untuk melawan Nagasaki. Bisakah bom ini membedakan antara bayi dan militer? Amerika tidak memiliki agama yang bisa mencegahnya menghancurkan semua orang. Tentang kerja sama Israel pada tahun 1983 dengan umat Kristen Lebanon yang membantai warga Palestina di luar Beirut.”

“Pernyataan pentingnya bahwa sanksi aksi AS terhadap Irak telah membunuh banyak anak. Semua ini dilakukan atas nama kepentingan AS. Kami percaya bahwa pencuri dan teroris terbesar di dunia adalah orang Amerika. Satu-satunya cara bagi kami untuk menangkis serangan ini adalah dengan menggunakan cara serupa,” ujar Osama sebagaimana dikutip surat kabar The New York Times dalam laporannya berjudul The World; Osama bin Laden, In His Own Words (1998).

Kebencian Osama terhadap AS pun tak tertahankan. Ia mencoba mengajak seluruh umat Muslim dunia untuk menjadikan AS sebagai musuh bersama, dari pemerintah hingga rakyatnya. Doktrin itu disampaikan lewat fatwa yang di terbitkan surat kabar al-Quds al-Arabi pada 23 Februari 1998.

Fatwa itu mengimbau seluruh umat Muslim dunia untuk mengangkat senjata melawan AS. Hasilnya menggelegar. AS bak menjelma sebagai musuh Islam. Perlawanan jihad muncul di mana-mana. Bahkan, AS banyak dijadikan target aksi terorisme.

Serangan 11 September 2001 yang membuat menara kembar World Trade Center di New York, AS luluh lantak dan menewaskan ribuan korban. (Wikimedia Commons)

“Interpretasi paling ekstrem terhadap doktrin jihad di akhir abad ke-20 dilontarkan oleh Osama bin Laden melalui fatwā tertanggal 23 Februari 1998. Dalam fatwanya, bin Laden, mengatasnamakan World Islamic Front: jihad against the Jews and Crusaders, beranggapan bahwa jihad dalam arti perang melawan militer Amerika dan penduduk sipilnya merupakan kewajiban individual setiap Muslim.”

“Fatwa ini telah memicu kekerasan dan tindakan teror di berbagai belahan dunia. Sejak tahun 2000 sampai 2003, telah terjadi lebih dari 300 serangan bom bunuh diri, dan telah menelan korban lebih dari 5.300 orang di 17 negara. Puncaknya adalah peristiwa 11 September yang meluluhlantakkan gedung kembar, World Trade Center (WTC), dan penyerangan terhadap pusat militer Amerika, Pentagon,” terang Mohamad Nur Kholis Setiawan dan kawan-kawan dalam buku Meniti Kalam Kerukunan (2010).